... saya tidak pernah melihat seperti yang saya lihat sekarang... "
Bentiu, Sudan Selatan (ANTARA News - Tingkat perkosaan di Sudan Selatan adalah yang terburuk, kata utusan khusus PBB mengenai pelanggaran seksual kepada AFP, Jumat, setelah bertemu dengan sejumlah orang, yang selamat dari serangan.

"Selama hidup dan pengalaman hampir 30 tahun dalam pelayanan umum dan di PBB dan sebagai menteri pemerintah, saya tidak pernah melihat seperti yang saya lihat sekarang," kata Zainab Bangura, Wakil Khusus Sekjen PBB mengenai Pelanggaran Seksual dalam Konflik kepada AFP.

Bangura, yang datang dari Sierra Leone, mengatakan dia menyaksikan aksi kekerasan yang kejam dalam perang saudara di sana, tetapi kondisi-kondisi di Sudan Selatan setelah hampir sepuluh bulan konflik adalah lebih buruk dalam hal serangan terhadap wanita dan gadis.

Ia mengatakan ia berada di ibu kota Sierra Leone, Freetown saat dilanda kekacauan. "Kami mengambil mayat-mayat dari jalan-jalan dan menguburkan mereka," katanya.

Saat berbicara di kota Bentiu, Sudan Selatan, yang berulang kali berganti penguasa dalam perang itu, ia mengatakan baik tentara pemerintah maupun pemberontak telah melakukan perkosaan.

Ribuan orang tewas dan hampir dua juta orang melarikan diri dari pertempuran antara pasukan pemerintah, tentara yang memberontak dan milisi-milisi dari kelompok-kelompok suku.

Hampir 100,000 orang mengungsi di pangkalan-pangkalan pasukan perdamaian PBB khawatir mereka akan dibunuh jika mereka meninggalkan tempat yang dikelilingi para kawat berduri itu.

"Luar biasa. Menyakitkan. Jika melihat keadaan tempat para wanita ini tinggal, terus diganggu dan pelecehan seksual yang terjadi di tempa-tempat pemeriksaan, dan apabilaa wanita itu keluar untuk mencari makanan, dan kemudia merek pergi ke hutan untuk mencari kayu bakar. Benar-benar sangat, sangat menyedihkan." kata Bangura.

"Saya mendengar pernyataan seorang wanita yang baru saja melahirkan diperkosa. Saya mendengar satu cerita seorang wanta tua diperkosa, anak-anak gadis berusia 10 sampai 11 tahun diperkosa hampir setiap hari," katanya.

Pertempuran meletus di negara yang kaya minyak itu, juga termuda di dunia, pada Desember 2013 setelah bentrokan antara pasukan yang setia pada Presiden Salva Kiir dan mantan wakil presiden Riek Machar.

Perang itu meluas ke seluruh negara itu dan ditandai dengan pelanggaran-pelanggaran hak asasi manusia dan penyiksaan yang dilakukan kedua pihak yang bermusuhan.

Bangura mengunjungi Sudan Selatan untuk membujuk kedua pihak menghentikan aksi kekerasan dan memulai kembali usaha-usaha perdamaian.

"Saya telah mengunjungi seluruh dunia dan saya datang dari satu negara yang berkonflik, tetapi saya tidak pernah melihat apa yang lihat hari ini," katanya dan mebnambahkan itu adalah lebih buruk dari kondisi yang saya lihat di banyak negara termasuk Bosnia, Republik Afrika Tengah, Republik Demokratik Kongo, Liberia dan Somalia.

"Ini adalah skenario kasus terburuk bagi saya, sangat sulit untuk menanganinya," katanya.

Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2014