Monolog tiga perempuan ini membawa penonton pada tiga kisah perempuan yang berada dalam ruang dan zaman yang berbeda
Jakarta (ANTARA News) - Pada umumnya, pertunjukan monolog menghadirkan satu orang untuk melakukan adegan. Namun, pada pertunjukan monolog yang diproduseri Happy Salma, tiga orang perempuan secara paralel menuturkan kisahnya, kisah nun pilu.

Ketiga perempuan ini merupakan tokoh dalam tiga karya sastra Indonesia, yakni Nyai Kertareja tokoh dalam novel “Ronggeng Dukuh Paruk” karya Ahmad Tohari, lalu, Anneliese, tokoh dalam novel “Bumi Manusia” karya Pramoedya Ananta Toer. Terakhir, "Nayla" yang diambil dari judul novel sama, karya Djenar Maesa Ayu.

Pertunjukan berdurasi sekitar 1,5 jam yang diselenggarakan Sabtu (11/10) di Galeri Indonesia Kaya (GIK), Jakarta, ini mengajak penonton melihat beragam konflik yang dihadapi para perempuan Indonesia dan menyelami apa serta bagaimana sesungguhnya menjadi perempuan itu.

Dimulai dari Nayla, anak perempuan berusia 14 tahun yang hidup di tahun 2000-an. Nayla adalah korban kekerasan seksual dan perlakuan buruk dari ibu kandungnya. Di usia 9 tahun, ia bahkan harus menjadi korban perkosaan yang dilakukan kekasih ibunya.

Nayla yang merasakan hidupnya hancur lalu menenggelamkan diri pada kehidupan malam, rokok, alkohol, dan seks bebas.

Kemudian, ada tokoh Anneliese seorang gadis Indonesia-Belanda yang hidup sekitar akhir abad 18. Anneliese kemudian menikah dengan pemuda pribumi bernama Minke.

Namun, karena pernikahannya dengan Minke tidak diakui pengadilan Belanda, sama halnya dengan pernikahan kedua orang tuanya, Anneliese pun dipaksa meninggalkan tanah kelahirannya, Wonokromo. Hak asuh Anneliese pun diberikan kepada ibu tirinya di Belanda.

Sebelum itu, Anneliese yang digambarkan sebagai gadis cantik berambut pirang, harus menjadi korban perkosaan kakak kandungnya, Robert Mellema.

Terakhir, ada kisah Nyai Kertareja, antagonis yang menjadi "germo" bagi Srintil, penari ronggeng yang menjadi tokoh utama novel.

Walau tokoh Nyai Kertareja merupakan antagonis, namun di balik itu, ia menyimpan rasa kasihnya pada Srintil. Ia begitu menyesali berbagai penderitaan Srintil, mulai dari menjadi korban permainan para lelaki tidak bertanggung jawab hingga masuk penjara karena dituduh antek-antek PKI (Partai Komunis Indonesia).

Sekalipun mengisahkan tiga perempuan yang hidup di jaman berbeda, Happy Salma, menuturkan, pertunjukan ini berusaha mengikat ketiga kisah perempuan ini satu sama lain sehingga merefleksikan wajah perempuan Indonesia.

"Monolog tiga perempuan ini membawa penonton pada tiga kisah perempuan yang berada dalam ruang dan zaman yang berbeda, namun menghadapi permasalahan yang mengikat mereka satu sama lain dan menunjukkan refleksi wajah Indonesia," ujar Happy.

Monolog ini dibawakan secara apik oleh aktris-aktris Indonesia, yakni Sha Ine Febriyanti sebagai Nalya, Olga Lydia sebagai Anneliese, Pipien Putri sebagai Nyai Kertareja, serta Alien Putri sebagai Srintil.

Pewarta: Lia Wanadriani Santosa
Editor: Ella Syafputri
Copyright © ANTARA 2014