...enak dimakan saat cuaca dingin...
Semboku (ANTARA News) - Kuliner khas Jepang tidak melulu soal sushi, ramen, atau udon. Berbagai prefektur di Jepang menawarkan beragam kuliner khas mereka masing-masing, salah satunya adalah kiritanpo dari Prefektur Akita.

Kiritanpo dibuat dari nasi Jepang yang ditumbuk kasar hingga membentuk adonan mirip ketan. Nasi panas merupakan syarat utama agar adonan yang sudah ditumbuk dapat dengan mudah menempel satu sama lain. Bila nasi mendingin, akan semakin sulit membentuk kiritanpo yang bagus.

Takahashi Keiko memperagakan cara membuat kiritanpo di hadapan lima mahasiswa Indonesia yang menjalani program homestay di rumahnya.

Nasi yang baru matang dari alat pemasak nasi dimasukkan ke dalam mangkuk logam. Ia kemudian mengeluarkan sebuah tongkat kayu yang berdiameter sekitar lima sentimeter.

Kemudian nasi ditumbuk menggunakan kayu tersebut.

Bila nasi menempel di permukaan kayu, Keiko pun memutar-mutar kayu agar nasinya kembali menyatu dengan adonan. Setelah beberapa menit menumbuk, nasi yang sudah hancur siap dibentuk menjadi kiritanpo.

"Agar semua bentuknya seragam, kita harus menimbang tiap adonan. Satu kiritanpo dibuat dari 100 gram nasi," kata perempuan berusia 74 tahun itu sembari menimbang tumbukan nasi.

Selanjutnya, nasi yang sudah ditumbuk dan ditimbang diambil dengan tangan yang sudah dibasahi air, lalu dibalutkan ke tusuk sate versi jumbo yang terbuat dari kayu pohon sugi.

Bila tusuk sate berdiameter kecil seperti potongan-potongan lidi, tusuk untuk kiritanpo berbentuk persegi dengan lebar sekitar satu sentimeter.

Kiritanpo idealnya berbentuk silinder memanjang, mirip dengan sate buntel dari Surakarta.

Keiko mengingatkan agar tangan harus selalu dibasahi demi memudahkan proses membentuk kiritanpo. Bila tangan kering, adonan akan semakin lengket dan sukar dibentuk.

Setelah mendapatkan bentuk yang diinginkan, kiritanpo yang sudah dibalut dalam tusuk sate kemudian dipanggang sebentar hingga warna putihnya berubah menjadi sedikit kecokelatan.

Menurut Keiko yang merupakan penduduk asli Akita, kiritanpo bisa diolah menjadi dua jenis makanan, yaitu isian untuk nabe, hotpot ala Jepang atau misotanpo, yaitu kiritanpo dengan saus miso.

Bila akan dijadikan sebagai isian dari nabe, kiritanpo yang sudah dibakar kecokelatan sehingga bagian luarnya menjadi renyah pun harus dicabut dari tusukan. Kiritanpo tersebut pun ikut direbus dalam panci hotpot bersama berbagai sayur mayur dan potongan daging.

Menu lain yang bisa dibuat dari kiritanpo adalah misotanpo, yaitu kiritanpo yang diolesi dengan pasta miso yang terbuat dari kacang kedelai. Seluruh permukaan kiritanpo yang berwarna putih diolesi dengan saos miso yang berwarna cokelat hingga merata lalu kembali dibakar hingga bumbu meresap dan permukaan semakin matang.

Jika diolah menjadi misotanpo yang rasanya manis, kiritanpo tidak perlu dilepas dari tusukannya dan dapat dinikmati seperti memakan sate atau barbecue.

Makan beramai-ramai

Kiritanpo, kata Keiko, hanya disajikan dalam kesempatan khusus. Makanan tersebut bukanlah menu sehari-hari yang ada di meja makan keluarga di Akita sepanjang waktu.

"Biasanya kami memasak kiritanpo saat banyak orang berkumpul di rumah," ujar perempuan yang kerap menerima pelajar asing untuk homestay di rumahnya.

Selain itu, dia mengatakan kiritanpo paling enak dimakan saat musim gugur atau musim dingin.

"Sebenarnya tidak ada ketentuan kapan waktu yang tepat makan kiritanpo, tapi ini enak dimakan saat cuaca dingin," tukas Keiko.

Semboku yang menjadi bagian dari prefektur Akita yang terletak di bagian timur laut dari pulau utama Jepang memang lebih dingin dari Tokyo.

Sebagai perbandingan, suhu pagi hari pada musim gugur di Semboku mencapai 7 derajat celcius, sementara di Tokyo cuacanya lebih hangat, yaitu 17 derajat. Tidak heran bila makanan ini cocok disantap di Akita demi menghangatkan badan yang menggigil karena cuaca dingin.

Kiritanpo yang diolesi dengan pasta miso mirip dengan ketan-ketan bakar dengan bumbu oncom yang dijual di pinggir jalan Lembang, Jawa Barat. Bedanya, ketan bakar Indonesia bercita rasa pedas, rasa yang disukai lidah sebagian masyarakat di tanah air.

Sementara itu, misotanpo memiliki rasa manis yang dominan, tidak jauh berbeda dengan rasa sup miso yang menjadi santapan masyarakat Jepang sehari-hari.

"Rasanya bagi saya terlalu manis, mungkin kalau ada rasa asin lebih enak," tukas Geofanny Lius yang sedang menjalani program homestay.

Pendapat serupa dikemukakan oleh Hadisti Sabrina yang mengatakan bumbu miso baginya seperti bumbu rujak yang terlalu manis sehingga kurang cocok dengan seleranya.

"Seperti kebanyakan gula jawa," seloroh mahasiswi Universitas Indonesia itu.

Sementara itu, bagi peserta homestay lain Indah Ayu yang menyukai masakan Jepang, kiritanpo adalah salah satu makanan yang dapat diterima lidahnya.

"Enak dan bikin kenyang," ujar dia.

Satu tusuk misotanpo bagi Indah sudah membuat perutnya penuh karena serasa memakan nasi biasa.

"Orang Jepang biasanya makan hingga tiga buah," kata Keiko.

Di Akita, kiritanpo juga dapat ditemui di pusat perbelanjaan dengan kisaran harga 400 yen.

Namun, Keiko berpendapat lebih baik memakan kiritanpo buatan sendiri. Selain karena bahannya mudah didapat, cara pembuatannya sederhana, juga lebih murah.

"Dan rasanya lebih enak," imbuh dia.

Oleh Nanien Yuniar
Editor: Ella Syafputri
Copyright © ANTARA 2014