"RNI mengajukan permohonan kepada menperin agar kiranya kami diizinkan untuk mendirikan industri gula rafinasi, yang kami targetkan hasil dari rafinasi itu akan kami ekspor 60 persen sampai 70 persen. Jadi bukan untuk pasar lokal," kata Ismed Hasan Putro di Jakarta, Senin.
Ismed mengatakan pengajuan untuk membangun pabrik gula rafinasi tersebut karena RNI memiliki 20 ribu hektar lahan tebu di Cirebon, Jawa Barat, yang juga akan menjadi lokasi pembangunan pabrik gula rafinasi tersebut.
Menurut Ismed, nilai investasi untuk pembangunan pabrik tersebut adalah Rp400 miliar untuk tahap awal, di mana RNI berkerja sama dengan perusahaan BUMN asal Tiongkok dengan porsi investasi 80 persen RNI dan 20 persen BUMN Tiongkok.
"Kami mengajukan 2.500 TDC (tons of cane per day) per hari. Kami menargetkan 60 persen-70 persen itu ekspor. Investasinya itu bertahap, tahap pertama 700 TCD. Nilainya sekitar Rp400 miliar," kata Ismed.
Ismed menambahkan, setelah operasionasional pabrik tersebut berjalan tujuh hingga delapan tahun, pabrik yang dibangun kedua perusahaan BUMN tersebut akan menjadi milik RNI seratus persen.
Menurut Ismed, gula rafinasi saat ini sudah menguasai pasar, sehingga gula yang dihasilkan dari tebu oleh para petani itu tidak bisa diserap oleh pasar, yang mengakibatkan terjadinya penumpukan gula tebu di gedung.
"Dampaknya, kerugian tahun ini akan diderita ratusan miliyar oleh seluruh pabrik gula BUMN. Ini ironi disaat pemerintah demikian kuat mengumandangkan swasembada gula, tapi ternyata swasembada itu caranya bukan dengan memperdayakan petani tebu nasional tapi dengan cara impor rafinasi besar-besaran melebihi 4,5 juta ton," ujar Ismed.
Untuk RNI sendiri, tambah Ismed, mengalami kerugian sekitar Rp300 miliar karena gula tebu yang menumpuk dan tidak bisa didistribusikan.
Pewarta: Sella Panduarsa Gareta
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2014
