Makassar (ANTARA News) - Komisi Pemilihan Umum (KPU) Makassar, Sulawesi Selatan terancam mendapatkan sanksi setelah memunculkan beberapa fakta saat sidang kode etik yang digelar Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).

"Sidang kode etik yang digelar ini berdasarkan aduan dari salah satu Caleg PAN, Abdul Rahman Rauf," ujar anggota majelis sidang kode etik DKPP Sulsel, Prof Anwar Borahima di Makassar, Selasa.

Dalam sidang itu, pihak yang dihadirkan sebagai teradu yakni; Syarief Amir, Abdullah Mansyur, Andi Saifuddin, Rahma Saiyed, serta Andi Saifuddin dan mantan Ketua Panitia Pengawas Kecamatan (Panwascam) Tamalate, Akbar.

Prof Anwar Borahima ditemui di ruang Ketua Bawaslu Sulsel masih enggan menyimpulkan hasil persidangan yang dianggapnya cukup singkat itu.

"Kami belum bisa mengeluarkan kesimpulan tentang bagaimana hasil dari sidang ini karena terlalu singkat waktunya," ujarnya.

Meski demikian, dia menggambarkan jika sesuai fakta persidangan dan dari pertanyaan-pertanyaan yang muncul, sudah bisa dinilai bahwa teradu yakni KPU Kota Makassar mengubah jumlah suara di luar pleno.

"Ini bukan penilaian saya saja, melainkan hasil dari jalannya sidang tadi. Anda sekalian kan mengikuti dan menyaksikan sidangnya tadi," katanya.

Berdasarkan pantauan, selama jalannya persidangan lima komisioner KPU Kota Makassar tidak terlalu aktif dan bahkan terpojok ketika diberikan pertanyaan dari DKPP serta KPU Sulsel.

Mereka bahkan beberapa kali tidak mampu menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut.

Pertanyaan yang dilontarkan majelis hakim sidang itu fokus pada aduan Abdul Rahman Rauf mempertanyakan sikap KPU yang melakukan perubahan suara Caleg PAN di TPS 6 Parang Tambung.

"Setelah ada perbedaan data, apakah KPU memerintahkan pembukaan C1 plano," tanya majelis Prof Anwar Borahima terhadap teradu dimana kelima komisioner terdiam tanpa memberikan penjelasan apapun.

Anwar menambahkan KPU Kota Makassar sejauh ini telah melakukan hal yang keliru namun kesimpulan itu nantinya masih akan diplenokan lagi di Jakarta.

"Kami hanya DKPP daerah dan nanti ini akan kita plenokan lagi di pusat," pungkasnya.

Ketua KPU Makassar Syarief Amir mengakui jika telah terjadi kekeliruan berdasarkan hasil validasi tetapi dia beralasan tidak berani mengubah karena belum ada protes, apalagi tahapan sudah lewat.

"Kalau berdasarkan validasi memang seperti itu," singkatnya.

Abdul Rauf Rahman sendiri yang menjadi pengadu menyatakan bahwa KPU Kota Makassar tidak cermat dalam mengambil kesimpulan sehingga terjadi banyak kekeliruan.

"Kami tidak bisa mengerti kenapa data Panwas dengan PPS dan PPK itu berbeda semuanya, tidak ada yang sama. Apa yang terjadi sebenarnya," sebutnya.

Abdul Rahman Rauf kembali menegaskan jika terjadi pelanggaran kode etik di KPU Kota Makassar karena penyelenggara Pemilu tingkat kota ini mengeluarkan surat yang bertetangan dengan surat edaran KPU RI.

Dimana diketahui, KPU kabupaten dan kota tidak bisa lagi membuat keputusan atau validasi berkaitan perubahan suara setelah keputusan rekapitulai nasional. Kalau pun ada pertentangan, silahkan dilanjutkan ke Mahkamah Konstitusi (MK).

"Kita masih mencari tahu apakah ini keputusan bersama atau ada oknum KPU Kota Makassar yang bermain. Tapi nanti majelis yang putuskan. Intinya, ini bukan kepentingan saya, melainkan suara rakyat yang diabaikan. KPU kota melakukan pelanggaran terus," ucapnya.  (MH/A034)

Pewarta: Muh Hasanuddin
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2014