Tidak ada koordinasi ke kami kalau ada agenda sidang yang digelar di kantor Bawaslu, padahal kami sudah bertugas menjaga keamanan di sini sejak tahapan pemilu,"
Makassar (ANTARA News) - Sidang etik yang digelar Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) dengan mendudukkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Makassar sebagai pihak teradu dari mantan calon legislatif Partai Amanat Nasional (PAN) Abdul Rahman Rauf diwarnai kericuhan.

Brigadir Kepala (Bripka) Sahir, anggota keamanan dari Satuan Brigade Mobil (Brimob) yang bertugas di Bawaslu Sulsel selama ini menyayangkan sikap Bawaslu lantaran tidak mengkoordinasikan agenda sidang DKPP terlebih dahulu kepada pihak keamanan di Makassar, Selasa.

"Tidak ada koordinasi ke kami kalau ada agenda sidang yang digelar di kantor Bawaslu, padahal kami sudah bertugas menjaga keamanan di sini sejak tahapan pemilu," ujarnya.

Beberapa anggota Brimob yang setiap harinya berjaga di kantor Bawaslu langsung bereaksi setelah terjadi kegaduhan di depan pintu ruangan yang menggelar sidang etik tersebut.

Saat persidangan berlangsung, Heru yang diketahui merupakan salah satu keluarga pengadu, Abdul Rahman Rauf terlibat adu jotos dengan Marnawi suami Ketua PPK Tamlate, Nurhidayah Hardini di pintu ruang sidang.

Pemicunya, Marnawi tiba-tiba menarik kemeja Heru hingga keluar dari ruang sidang. Tidak terima, Heru langsung naik pitam dan sempat melayangkan pukulan kepada Marnawi.

Marnawi yang menarik kerah baju Heru itu tidak terima dengan sikap yang diperlihatkannya karena berisik dalam ruang sidang. Namun, beruntung keriuhan tersebut tidak sempat mengganggu jalannya sidang.

Sementara itu, pada sidang tersebut Komisi Pemilihan Umum (KPU) Makassar, Sulawesi Selatan terancam mendapatkan sanksi setelah memunculkan beberapa fakta-fakta.

Dalam sidang itu, pihak yang dihadirkan sebagai teradu yakni; Syarief Amir, Abdullah Mansyur, Andi Saifuddin, Rahma Saiyed, serta Andi Saifuddin dan mantan Ketua Panitia Pengawas Kecamatan (Panwascam) Tamalate, Akbar.

Prof Anwar Borahima yang menjadi salah satu anggota majelis hakim sidang saat ditemui di ruang Ketua Bawaslu Sulsel, masih enggan menyimpulkan hasil persidangan yang dianggapnya cukup singkat itu.

"Kami belum bisa mengeluarkan kesimpulan tentang bagaimana hasil dari sidang ini karena terlalu singkat waktunya," ujarnya.

Meski demikian, dia menggambarkan jika sesuai fakta persidangan dan dari pertanyaan-pertanyaan yang muncul, sudah bisa dinilai bahwa teradu yakni KPU Kota Makassar mengubah jumlah suara di luar pleno.

"Ini bukan penilaian saya saja, melainkan hasil dari jalannya sidang tadi. Anda sekalian kan mengikuti dan menyaksikan sidangnya tadi," katanya.

Berdasarkan pantauan, selama jalannya persidangan lima komisioner KPU Kota Makassar tidak terlalu aktif dan bahkan terpojok ketika diberikan pertanyaan dari DKPP serta KPU Sulsel. Bahkan beberapa kali tidak mampu menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut.

Pertanyaan yang dilontarkan majelis hakim sidang itu fokus pada aduan Abdul Rahman Rauf mempertanyakan sikap KPU yang melakukan perubahan suara caleg PAN di TPS 6 Parang Tambung.

"Setelah ada perbedaan data, apakah KPU memerintahkan pembukaan C1 plano," tanya majelis Prof Anwar Borahima terhadap teradu dan kelima komisioner terdiam tanpa memberikan penjelasan apapun.

Anwar menambahkan, KPU Kota Makassar sejauh ini telah melakukan hal yang keliru. Namun kesimpulan itu nantinya masih akan diplenokan lagi di Jakarta.
(KR-MH/S023)

Pewarta: Muh Hasanuddin
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2014