Bandung (ANTARA News) - Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin minta para pejabat di lingkungan kementerian yang dipimpinnya agar benar-benar memahami peraturan terbaru tentang pengelolaan keuangan negara.

Karena itu pula pejabat Kementerian Agama harus mampu mengarahkan bawahannya untuk memahami peraturan terbaru itu, kata Lukman Hakim ketika membuka Rapat Pimpinan Eselon I Kementerian Agama di Bandung, Selasa malam.

"Sangat naif jika temuan dan pelanggaran di bidang keuangan terjadi karena ketidaktahuan dan ketidakpahaman kita tentang sistem dan prosedur keuangan," kata Lukman dengan mengingatkan bahwa para pemimpin harus menjadi contoh dalam komitmen pencegahan suap, korupsi dan memantau perilaku aparatur di bawah kewenangannya.


"Hindari langkah kolusi dan perilaku koruptif dalam perencanaan dan pelaksanaan anggaran dari hulu sampai hilir," ia mengimbau.

Ia menambahkan, sampai saat ini penilaian mandiri reformasi birokrasi atau PMRB telah selesai di lingkungan Kementerian Agama. Langkah selanjutnya persiapan menuju remunerasi yang diharapkan terwujud di akhir 2014. Penetapan tunjangan kinerja dan kelas jabatan diharapkan menciptakan iklim positif dan semangat kerja baru bagi seluruh jajaran kementerian itu.

Pada kesempatan itu Lukman Hakim Saifuddin juga mengungkap realisasi Anggaran Belanja Kementerian Agama Triwulan III tahun 2014 yang berada pada kisaran angka Rp25.964.412.885.557,00 atau 50 persen dari anggaran Rp51.724.074.985.134,00. Capaian ini 1,69 poin lebih rendah dibandingkan realisasi anggaran belanja Triwulan III tahun 2013 yaitu 51,89 persen.

Jika dibandingkan realisasi anggaran kementerian/lembaga lain, Kementerian Agama berada pada urutan 47 dari 86 kementerian/lembaga, atau di bawah rata-rata nasional yaitu 54,73 persen. "Saya ingatkan, meski begitu, penyerapan anggaran harus tetap memperhatikan kehati-hatian," katanya.

Alasan rendahnya penyerapan anggarn di Kementerian Agama tahun ini akibat ketatnya aturan tentang penyaluran bantuan sosial (Bansos). Sejak keluarnya Peraturan Menteri Keuangan RI Nomor 81 tahun 2012 tentang Belanja Bantuan Sosial pada Kementerian/Lembaga, maka batasan pengalokasian anggaran belanja bantuan sosial semakin "rigid".

Pasalnya, kata dia, karena dibatasi hanya untuk penaggulangan resiko sosial, yakni kejadian atau peristiwa yang dapat menimbulkan potensi terjadinya kerentanan sosial yang ditanggung individu, keluarga, kelompok, dan/atau masyarakat sebagai dampak krisis sosial, krisis ekonomi, krisis politik, fenomena alam, dan bencana alam yang jika tidak diberikan belanja bantuan sosial akan semakin terpuruk dan tidak dapat hidup dalam kondisi wajar.

Lantas, lanjut dia, Kementerian Agama merekomendasikan seluruh alokasi bantuan sosial non-pendidikan pada kementerian tersebut ditangguhkan sampai diterbitkannya regulasi terkait. Karena itu bantuan nonpendidikan yang ditangguhkan cukup besar, sehingga jelas mempengaruhi penyerapan anggaran.

Sampai saat ini, kata Lukman, kebijakan Bansos belum mengakomodir organisasi keagamaan dan fungsi-fungsi agama di tengah masyarakat di luar sektor pendidikan. Untuk itu Menteri Agama meminta agar segera diupayakan revisi akun bantuan sosial yang mengakomodir bantuan di sektor keagamaan. Jika perlu membuat akun baru dalam standar akuntansi pemerintah.

Terkait meningkatnya sorotan masyarakat terhadap peran dan fungsi Kementerian Agama, ia mengingatkan jajarannya untuk memulihkan kepercayaan masyarakat. Termasuk dalam pengelolaan anggaran dan laporan keuangan, target pencapaian Wajar Tanpa Pengecualian (WTP Dengan Paragraf Penjelasan (DPP) wajib dicapai.qq

Pewarta: Edy Supriyatna
Editor: Desy Saputra
Copyright © ANTARA 2014