... fungsi seorang pimpinan layaknya orangtua, guru, dan manajer, yang harus mampu mengendalikan seluruh sumber daya, termasuk SDM... "
Jakarta (ANTARA News) - Polisi itu simbol dari petegakan hukum di dalam masyarakat dan pengayom masyarakat. Namun bagaimana bila para pengayom masyarakat ini justru berunjuk rasa menuntut keadilan bagi mereka?

Ratusan anggota kepolisian dari Polres Pamekasan, Jawa Timur, berunjuk rasa, Sabtu (4/10), karena merasa harkat dan martabat mereka dilecehkan justru oleh pimpinannya. Mereka kemudian menggelar unjuk rasa demi menuntut keadilan yang mereka inginkan.

Aksi itu berawal dari apel pagi di satu hari, yang dipimpin Wakil Kepala Polres Pamekasan, Komisaris Polisi Hartono. Saat itu, Hartono menyampaikan pembinaan kepada para anggota. Dia didampingi Kepala Bagian Operasi Polres Pamekasan, Komisaris Polisi Slamet Readi, dan Kepala Bagian Sumber Daya Polres Pamekasan, Komisaris Polisi Sugeng Santoso,

Isinya teguran kinerja anggota yang selama ini yang terkesan lemah, karena banyak kasus pencurian kendaraan bermotor yang tidak terungkap.

Akan tetapi, teguran Hartono itu rupanya menyinggung perasaan para anggota kepolisian di Polres Pamekasan karena dianggap kasar dan bernada melecehkan.

"Apa pantas kami dibilang anjing, sedangkan mereka-mereka itu adalah pimpinan kami," teriak seorang polisi yang ikut berdemonstrasi.

Akibatnya, para polisi kemudian menggelar unjuk rasa memprotes pelecehan dari pimpinan itu. Salah satunya memasang garis polisi di rumah dinas ketiga pejabat kepolisian setempat itu. Mereka --yang tidak mengenakan seragam dinas-- lalu duduk-duduk di teras rumah dinas itu, mogok kerja.

Selain menyegel rumah dinas pejabat, para anggota polisi ini juga memasang garis polisi di ruang kantor kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Pamekasan, juga sebagai tanda mogok kerja. Para anggota polisi pun mengancam tetap berunjuk rasa dan mogok kerja jika ketiga perwira itu masih di Polres Pamekasan.

Kendati demikan penyegelan rumah dinas itu tidak berlangsung lama, karena Wakil Kepala Polda Jawa Timur, Brigadir Jenderal Polisi Suprojo Sumarjo, turun langsung ke Polres Pamekasan guna meredam aksi itu. Dia meminta segel pada tiga rumah dinas itu agar segera dibuka.

Tidak lama setelah itu, para polisi yang berunjuk rasa dipemeriksa tim Provos Polda Jawa Timur, atas perintah Sumarjo.

Tentang unjuk di Polres Pamekasan itu, Komisioner Komisi Kepolisian Nasional, Edi Hasibuan, menyatakan, unjuk rasa atau demonstrasi para anggota kepolisian itu hal memalukan dan jelas-jelas telah mencoreng nama kepolisian.

"Karena masyarakat menjadi menarik kesimpulan, kepolisian arogan dan menunjukkan komandannya seperti tidak bisa memimpin," ujar Hasibuan, ketika dihubungi beberapa waktu lalu, di Jakarta.

Dia berpendapat, tindakan yang dilakukan baik oleh ketiga pejabat kepolisian maupun anggota kepolisian di Polres Pamekasan itu sama-sama tidak bisa dibenarkan.

Menurut Hasibuan, pimpinan itu hendaknya bersikap mengayomi, karena seorang pimpinan adalah ibarat orang tua dalam satu lembaga.

"Sebaiknya pimpinan tidak bersikap arogan dan suka-suka terhadap anak buah. Hal serupa juga sama dengan anak buah, seharusnya hormat dan tidak bertindak gegabah," kata dia.

Terkait sanksi, dia mengungkapkan, Kepolisian Indonesia masih mengkaji secara lebih dalam mengenai jenis pelanggaran pada kasus itu.


Memalukan


Pendapat Kepala Kepolisian Indonesia, Jenderal Polisi Sutarman, unjuk rasa para anggota kepolisian setempat itu merupakan hal memalukan dan tidak bisa dibenarkan. "Apapun alasannya, polisi itu tidak boleh melakukan aksi unjuk rasa," kata Sutarman, saat berkunjung ke Surabaya, Senin (6/10).

"Apa persoalan yang sedang terjadi untuk dilakukan penegakan hukum. Karena berbuat tidak baik, tentu harus diterima secara baik untuk perbaikan," ujar dia.

Sutarman menyesalkan unjuk rasa terjadi saat pimpinan tidak berada di tempat. Karena menurut dia, pimpinan yang tidak berada di tempat tugas dapat menimbulkan konflik.

Lebih lanjut Sutarman berpendapat, fungsi seorang pimpinan layaknya orangtua, guru, dan manajer, yang harus mampu mengendalikan seluruh sumber daya, termasuk SDM yang ada dalam kesatuannya.

"Itulah pendekatan manajerial yang harus disampaikan pimpinan. Jadi ini bukan masalah sistem. Ini terjadi insiden karena tidak ada pimpinannya, kalau ada mungkin tidak akan begini," kata Sutarman.

Komunikasi dinyatakan Hasibuan sebagai kunci utama dalam kasus itu. Menurut dia selama ini komunikasi antara komandan dengan anak buah tidak terjalin dengan baik dan hanya terjadi satu arah saja, sehingga menimbulkan gesekan yang memicu unjuk rasa.

"Komandannya arogan dan suka-suka. Marah itu wajar dan boleh apalagi kalau kinerja anggota dianggap masih lemah. Tapi apa perlu menggunakan bahasa kasar? Sebaliknya anak buah juga kalau ada komando yang menyinggung kan bisa dikomunikasikan secara baik-baik dengan atasannya," ujar dia.

Dia menjelaskan, sebagai polisi sipil, penting untuk menjadi polisi yang humanis dan demokratis, bukan polisi yang arogan dan ditakuti masyarakat.

"Artinya yang ada di atas juga harus mendengar suara yang ada di bawahnya, selain itu apa yang dikatakan komandan juga tidak menjadi harga mati. Ada komunikasi yang harus terjalin di sini," kata dia.

Oleh Maria Rosari
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2014