Seoul (ANTARA News) - Korea Selatan dan Korea Utara mengadakan pembicaraan militer tingkat tinggi untuk pertama kalinya setelah tujuh tahun terakhir, namun pembicaraan itu gagal mencapai kesepakatan terkait isu-isu yang tertunda, seperti bentrokan antar-Korea di dekat perbatasan maritim barat, demikian disampaikan pihak Kementerian Pertahanan Korsel.

"Kedua Korea mengadakan pembicaraan tertutup yang melibatkan para pejabat militer. Pertemuan dilakukan sejak pukul 10:00 pagi (waktu setempat) di wilayah gencatan senjata, Desa Panmunjom, setelah Korea Utara mengusulkan pertemuan itu untuk membahas aksi saling tembak antara kapal patroli Korsel dan Korut di Laut Kuning," kata juru bicara Kementerian Pertahanan Korsel Kim Min-seok di Seoul, Rabu.

"Akan tetapi, pertemuan yang berakhir pada pukul 03:10 siang (waktu setempat) itu gagal menghasilkan kesepakatan yang berarti karena perbedaan (pendapat) antara kedua belah pihak," tambahnya.

Pekan lalu, kapal-kapal patroli Korea Selatan dan Korea Utara sempat terlibat baku tembak singkat setelah sebuah kapal angkatan laut Korea Utara melanggar Garis Batas Utara (Northern Limit Line/NLL), yaitu perbatasan maritim antara kedua Korea di Laut Kuning.

Berdasarkan Perintah PBB dibawah pimpinan AS, pada akhir Perang Korea 1950-1953, Garis Batas Utara (NLL) dinyatakan sebagai perbatasan laut de facto antara kedua Korea. Namun, hal itu tidak diakui oleh Korea Utara.

Ketegangan berlanjut ketika Korut pada Jumat (10/10) menembakkan senapan mesin anti-pesawat ke arah balon-balon udara milik Korsel berisi selebaran yang mengkritik rezim otoriter di Korea Utara.

Setelah beberapa tembakan mendarat di wilayah perbatasan selatan, kedua belah pihak saling menembakkan senapan mesin.

"Dalam pertemuan militer Inter-Korea itu, pemerintah Korut menuntut kami untuk melarang kapal-kapal Korsel memasuki wilayah yang diklaim sebagai perbatasan laut antar-Korea. Korut juga meminta kami untuk menghentikan kelompok-kelompok sipil yang mengirim selebaran propaganda dan tidak mengeluarkan fitnah termasuk melalui pers," kata Kim.

Menanggapi tuntutan pemerintah Korea Utara itu, pihak Korsel meminta Korut untuk mematuhi NLL dan menekankan bahwa "tidak mungkin bagi pemerintah yang demokratis untuk mengendalikan sikap kelompok sipil atau media.

"Meskipun seluruh pembicaraan dilakukan sangat serius dengan keinginan untuk meningkatkan hubungan bilateral, kedua belah pihak gagal untuk mempersempit perbedaan, sehingga menyebabkan pertemuan itu diakhiri tanpa persetujuan," kata Kim.

Kim menyebutkan, pihak Korea Selatan diwakili oleh Deputi Menteri Kebijakan Pertahanan Nasional Ryu Je-seung sedangkan Korea Utara diwakili oleh Kim Yong-chol, yang memimpin Biro Umum Pengintaian Militer Korut.

Pemerintah Korsel memilih untuk tetap diam sepanjang pembicaraan antar militer Korea itu dan menolak untuk mengkonfirmasi komentar-komentar yang disampaikan oleh nara sumber dari kalangan perwira militer kedua negara Korea yang saling berhadapan.

"Kedua pihak sudah sepakat terlebih dahulu untuk tidak menyampaikan kepada publik mengenai pembicaraan itu," kata Kim, tanpa penjelasan lebih lanjut.

Korea Selatan dan Utara terakhir kali mengadakan perundingan militer tingkat tinggi pada Februari 2011 dan perundingan umum pada Desember 2007, demikian kantor berita Korea Yonhap melaporkan.

(Y012/Y012/H-AK)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2014