Jakarta (ANTARA News) - Komite Ekonomi Nasional (KEN) memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2015 sebesar 5,2 hingga 5,5 persen, atau lebih rendah dari asumsi pemerintah di Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2015 sebesar 5,8 persen.

Wakil Ketua KEN Raden Pardede di Jakarta, Jumat, memaparkan pertumbuhan ekonomi 2015 5,2-5,5 persen tersebut menunjukkan sedikit peningkatan jika dibanding perkiraan untuk 2014.

"Ini karena ada investasi langsung asing, yang didorong perbaikan iklim investasi," ujar dia.

Pada kuartal II 2014, pertumbuhan ekonomi Indonesia berada di level 5,12 persen.

Raden memperkirakan pada 2015, pemerintah sudah mengurangi belanja subsidi energi, yang pada anggaran 2014 telah menghabiskan sekitar Rp350 triliun. Pengurangan subsidi, kata dia, akan menggelontorkan stimulus fiskal. Hal itu ditambah penghematan belanja pemerintah.

"Stimulus tersebut diharapkan dialokasikan untuk membangun infrastruktur dan jaring pengaman sosial," ujar dia.

Dengan perbaikan iklim investasi, KEN memperkirakan akan terjadi peningkatan konsumsi, dan pemulihan belanja pemerintah hingga semester II 2015.

Sedangkan implikasi dari kenaikan harga BBM dan listrik, menurut Raden akan mendorong inflasi 2015 mencapai 6,5 hingga 7,5 persen.

"Kenaikan harga-harga barang sebabkan kenaikan inflasi signifikan pada 2015," ujar dia.

Peningkatan laju inflasi, kata Raden, akan disambut dengan kebijakan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI Rate) di level 8,5 persen atau naik 100 basis poin dari BI Rate sekarang 7,5 persen.

Kebijakan moneter ini juga, lanjut dia, menjadi instrumen untuk merespons kenaikan suku bunga Bank Sentral Amerika Serikat (Federal Reserve/The Fed).

Nilai tukar rupiah diperkirakan KEN akan terus terdepresiasi di level Rp12.200-12.700 per dolar AS.

"Rupiah juga akan lebih berfluktuasi karena pergerakan arus modal yang berkaitan dengan suku bunga The Fed," ujar dia.

Sedangkan, defisit transaksi berjalan diperkirakan turun menjadi 2,3-2,4 persen terhadap nilai Produk Domestik Bruto (PDB). Penurunan defisit transaksi berjalan, ujar Raden, karena penurunan impor dan perbaikan infrastruktur serta iklim investasi.

Pewarta: Indra Arief Pribadi
Editor: Heppy Ratna Sari
Copyright © ANTARA 2014