Jakarta (ANTARA News) - Akibat praktik overfishing, pemanasan suhu berakibat pada naiknya kerusakan terumbu karang.

Secara global, terumbu karang menghadapi tantangan yang cukup besar akibat praktik overfisihing, polusi, pemanasan suhu, dan peningkatan kadar keasaman laut.

Sebagai akibatnya, tingkat kerusakan terumbu karang mencapai satu hingga dua persen per tahun.

Menurut Catlin Seaview Survey dalam tiga dasawarsa terakhir, kita kehilangan 40 persen dari jumlah terumbu karang.

"Dua hal yang sangat penting bagi perlindungan terumbu karang khususnya di Manado, yakni pemberdayaan masyarakat sekitar," kata Profesor Ove Hoegh-Guldberg, Kepala Ilmuwan dan Direktur Global Change Institute Universitas Queensland.

Ia menimpali, "Dengan cara menunjukkan gambar kecantikan alam bawah laut mereka, sehingga tumbuh penghargaan terhadap keajaiban di bawah laut mereka."

"Hal kedua melalui rekaman gambar yang dipetakkan, para ilmuwan yang bergabung bersama kami dapat mempelajari ekosistem," katanya.

Benjamin P Neal peneliti Catlin Seaview Survey mengatakan, "Setiap orang bisa buat perubahan. Tetapi kita bisa memberikan pemberdayaan kepada nelayan, mereka jadi tahu pentingnya untuk menjaga kepentingan terumbu karang."

"Memberitahu mereka tentang manajemen menangkap ikan, ini mungkin sulit di lapangan karena itu mata pencarian mereka," katanya. "Selain itu juga pemberdayaan kepada warga lokal."

Benjamin mengatakan bahwa terumbu karang di Indonesia masih banyak yang berfungsi.

"Hal yang bagus di Indonesia, terumbu karangnya masih cukup bagus, meski saya tidak liat hiu di sini, kecuali di toko ikan," tambahnya.

Selama kegiatan penelitian di Sulawesi Utara dan Karimun Jawa, para peneliti Catlin Seaview Survey bekerja sama dengan LIPI, Universitas Sam Ratulangi dan Universitas Diponegoro.

Pada pemetaan terumbu karang perairan dangkal ini, tim peneliti menggunakan kamera SVII di kedalaman rata-rata delapan meter.

Kamera tersebut mengambil tiga gambar secara stimulan setiap tiga detik untuk menghasilkan data rekaman. Setiap gambar dilengkapi dengan lokasi GPS, sehingga perubahan yang mungkin terjadi di masa depan dapat diamati dan ditinjau kembali. 

Pewarta: Okta Antikasari
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2014