Peringatan Sumpah Pemuda harus dijadikan momen pembenahan diri, yang maknanya harus direvitalisasi,"
Jakarta (ANTARA News) - Rektor Universitas Muhammadiyah Profesor Doktor Buya Hamka (Uhamka) Soeyatno memandang perlu makna sumpah pemuda direvitalisasi dan tidak sekadar formalitas saja.

"Peringatan Sumpah Pemuda harus dijadikan momen pembenahan diri, yang maknanya harus direvitalisasi," ujar Prof. Soeyatno di Jakarta, Sabtu.

Terkait peringatan Hari Sumpah Pemuda ke-86 pada 28 Oktober 2014, Rektor mengatakan, kegagalan dalam memaknai Sumpah Pemuda membuat Indonesia rentan dalam menghadapi sejumlah persoalan besar, seperti kemiskinan, terorisme, korupsi, dan kekerasaan atas nama agama.

Pemuda, kata dia, harus mengambil peran dalam upaya menghadapi masalah-masalah yang dihadapi bangsa.

"Ingat saat Bung Karno berpidato dulu. Beri aku 10 pemuda, niscaya akan kuguncang dunia," kata dia yang juga Sekjen Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (Aptisi).

Menurut dia, visi Indonesia Emas 2045 harus diperjuangkan semua elemen masyarakat.

"Bagaimanapun, NKRI yang diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945 merupakan konsensus nasional yang mengikat seluruh komponen bangsa sekaligus bukti sebagai kekuatan perekat, pemersatu, dan pembangun bangsa," tambah dia.

Dosen UIN Syarif Hidayatullah Dr. H. Abdul Muti, M.Ed. menekankan, "Demi kedaulatan bangsa, makna Sumpah Pemuda perlu direvitalisasi."

Maknanya bukan hanya sumpah mereka yang berusia muda, melainkan sumpah mereka yang senantiasa merasa muda dan bersemangat muda.

"Revitalisasi sumpah pemuda adalah ikrar para pemuda yang senantiasa merasa muda dan bersemangat muda," kata Abdul Muti yang juga Sekjen PP Muhammadiyah.

Hakikatnya Sumpah Pemuda bukanlah sumpah kelompok individu yang berusia muda semata, melainkan sumpah setiap warga negara Indonesia yang senantiasa merasa muda dan bersemangat seperti layaknya seorang pemuda.
(I025/D007)

Pewarta: Indriani
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2014