Pekanbaru (ANTARA News) - Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Provinsi Riau menyatakan, ratusan ribu pekerja di daerah tersebut terancam terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) karena terbitnya Peraturan Pemerintah tentang Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut.

"Kurang lebih ada sekitar ratusan ribu pekerja di Riau yang terancam kehilangan pekerjaan akibat PP Gambut tersebut. Mengenai data pastinya, tidak pula ingat saya," ujar Sekretaris Apindo Provinsi Riau Fery Akri di Pekanbaru, Selasa.

Para pekerja yang terancam kehilangan pekerjaan tersebut, menurut dia, mereka yang bekerja di sektor kehutanan seperti hutan tanaman, produk kayu, pulp dan kertas serta sektor perkebunan seperti kelapa sawit.

Seperti diketahui, di Riau terdapat dua perusahaan raksasa nasional pada industri kertas yakni PT Riau Andalan Pulp and Paper dengan kapasitas produksi sebanyak 2,6 juta ton per tahun dan PT Indah Kiat Pulp and Paper yang memiliki kapasitas produksi lebih dari 2,3 juta ton per tahun.

Belum lagi dengan keberadaan sejumlah perusahaan penghasil minyak sawit metah atau crude palm oil, dimana setiap tahun selalu memenuhi pemintaan dunia karena Provinsi Riau telah mampu memproduksi sekitar 8,19 juta ton per tahun dari 2,3 juta lebih lahan kelapa sawit.

"Dari kedua sektor itu saja, bisa dibayangkan betapa banyak pekerja kita yang mengantung hidup sehari-hari. Sekarang mereka terancam kehilangan perkerjaan karena hadirnya PP Gambut," katanya.

Ketua Umum Apindo Sofjan Wanandi pekan lalu mengaharapkan pemerintah Jokowi-Jusuf Kalla dapat mengambil langkah cepat untuk merevisi PP Gambut demi menjaga kemampuan industri berbasis hutan tanaman dan kelapa sawit dalam menyumbang devisa serta menyerap tenaga kerja.

Dia menyatakan terbitnya PP Gambut malah menjadi pukulan berat terhadap industri unggulan. "Ketentuan yang bisa ditafsirkan seenaknya dan terkesan berlaku surut itu tentu tidak baik bagi industri andalan nasional," katanya.

Klausul memberatkan pada PP Gambut salah satunya adalah soal penetapan batas paling rendah muka air gambut 0,4 meter dari permukaan. Pembatasan itu membuat akar kelapa sawit dan pohon akasia di hutan tanaman yang bisa tumbuh lebih dari satu meter bakal terendam dan akhirnya mati.

Jika situasi itu terjadi, maka akan mengancam kelangsungan investasi hutan tanaman yang bisa menimbulkan kerugian hingga Rp103 triliun dan membuat sedikitnya 300.000 tenaga kerja langsung menganggur.

Industri berbasis hutan tanaman tmenyumbang devisa besar, dimana dari pulp dan kertas sudah mampu berkontribusi hingga 5,4 miliar dolar AS. Kemudian investasi perkebunan dengan nilai Rp136 triliun bakal mati dan membuat 340.000 orang kehilangan pekerjaan.

Devisa ekspor yang dihasilkan berbasis kelapa sawit mencapai Rp103,2 triliun. "Industri unggulan harus dipertahankan agar selamat dari krisis," katanya.

Pewarta: Muhammad Said
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2014