Medan (ANTARA News) - KPK semakin memaksimalkan fungsi pencegahan, karena upaya ini lebih banyak menyelamatkan keuangan negara dibandingkan penindakan, kata Wakil Ketua KPK, M Busyro Muqoddas.

Ketika menyampaikan hasil supervisi kepada anggota DPRD Sumatera Utara dalam rapat paripurna di Medan, Rabu, ia mengatakan sejak 2005 hingga 2014 KPK telah menyelamatkan potensi kerugian negara sekitar Rp249 triliun.

Dari jumlah tersebut, kata dia, total penyelamatan uang negara dari pencegahan yang paling besar yakni mencapai Rp247 triliun lebih.

Sedangkan total penyelamatan uang negara yang didapatkan KPK dari penindakan praktik korupsi hanya Rp1,272 triliun.

Karena itu, KPK terus memaksimalkan fungsi pencegahan, meski tetap melakukan penindakan jika telah memiliki bukti yang lengkap.

Menurut Busyro, setiap tahun KPK menerima sedikitnya 6.000 laporan dari berbagai daerah di Tanah Air tentang terjadi dugaan tindak pidana korupsi.

Laporan tersebut cukup beragam, ada yang menampilkan data yang cukup lengkap sehingga dapat ditindaklanjut. Namun tidak sedikit hanya berupa informasi awal.

Namun, terlepas ada tidaknya bukti yang dilampirkan, banyaknya pengaduan tersebut menunjukkan indikasi perlu upaya pencegahan korupsi terhadap penyelenggaraan pemerintahan.

Apalagi tindak pidana korupsi tersebut merupakan perilaku yang sistemik dan massif sehingga membutuhkan partisipasi dari seluruh elemen masyarakat, terutama kalangan legislatif sebagai pengontrol penyelenggaraan pemerintahan.

Menurut dia, pihaknya menyampaikan supervisi dan hasil survei tersebut agar kalangan legislatif dapat mengambil peran penting dalam pencegahan praktik tindak pidana korupsi.

Selama ini, lembaga legislatif dinilai belum mampu menjadi "lokomotif" pemberantasan korupsi sesuai tuntutan reformasi, malah dipersepsikan masyarakat sebagai "sarang koruptor".

Kondisi itu dapat terlihat dari statistik anggota legislatif yang terlibat praktik korupsi yang menempati peringkat ketiga sejak tahun 2004.

Dari 426 kasus korupsi yang ditangani KPK sejak 2004, tercatat kasus yang melibatkan anggota legislatif (DPR dan DPRD) sebanyak 75 kasus. Sedangkan peringkat pertama adalah pejabat eselon (115 kasus) dan peringkat kedua pengusaha (102 kasus).

Pewarta: Irwan Arfa
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2014