Jakarta (ANTARA News) - Ketua Presidium Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI), Twedy Noviady Ginting, menyatakan Presiden Joko Widodo dan Wapres Jusuf Kalla harus cermat untuk memilih para menterinya guna mewujudkan Trisakti Bung Karno dan Nawacita.

"Jokowi harus secara cermat memilih para menterinya yang memahami Trisakti Bung Karno. Karena Trisakti Bung Karno yang menjadi roh dari Nawacita Jokowi-JK. Berikutnya, calon menteri yang memahami Trisakti Bung Karno tersebut harus memiliki track record(rekam jejak,red) yang bagus, bebas korupsi, kompeten dan punya integritas," kata Twedy, dalam keterangannya, di Jakarta, Kamis.

Menurut dia, bila para menteri kabinet Jokowi -JK tidak memahami Trisakti Bung Karno, maka bisa dipastikan pemerintahan Jokowi-JK akan gagal mewujudkan Nawacita.

Bahkan, bila calon menteri kabinet Jokowi-JK berasal dari kalangan neoliberal, maka ini sama saja dengan proses de-Soekarnoisasi. Pemikiran besar Bung Karno dihancurkan oleh oknum yang mengatasnamakan pemikiran Bung Karno.

"Untuk itu, kami ingatkan kembali Presiden Jokowi untuk tetap konsisten menjalankan Trisakti Bung Karno, termasuk dalam memilih menteri kabinet Jokowi-JK," tegasnya.

Berdaulat

Senada dengan hal tersebut, peneliti Indonesia for Global Justice (IGJ) Salamudin Daeng, mengatakan, kabinet pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla harus berdaulat secara politik, mandiri secara ekonomi dan berkepribadian dalam kebudayaan.

"Langkah pertama untuk menjalankan komitmen Trisakti, yakni tercermin dari kabinet Jokowi JK," katanya.

Menurut dia, kabinet Jokowi-JK harus berisi orang orang yang secara tegas prorakyat dan menunjukkan sikap kritis dan anti pada dominasi asing dan membangun negara yang berdikari.

Salamuddin menjelaskan, kabinet Jokowi tidak semata-mata harus bebas dari korupsi, namun juga mutlak harus berisikan orang-orang yang memiliki komitmen yang besar untuk menjalankan agenda kerakyatan dan melepaskan dirinya sama sekali dari rezim neoliberal dan tekanan rezim internasional.

"Pejabat menteri yang korup tidak lebih berbahaya dibandingkan dengan seorang menteri yang memiliki keyakinan neoliberal. Seorang koruptor hanya mencuri anggaran negara. Tapi seorang neoliberal menjual negara kepada asing secara gelondongan," paparnya.

Menurut dia, jika seorang koruptor selalu diusulkan dihukum berat, maka seorang yang neoliberal yang terbukti berbakti, menggadaikan kedaulatan negara dan konstitusinya pada modal asing, pantas dihukum mati sebagai pengkhianat bangsa.

Pewarta: Syaiful Hakim
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2014