Semoga kita bisa menemukan pola ideal memberikan kepastian penempatan ke jamaah ...."
Makkah (ANTARA News) - Sebanyak 17.000 jamaah haji Indonesia gelombang pertama ditempatkan di luar 650 meter dari Masjid Nabawi atau di luar markaziyah selama berada di Madinah oleh swasta Arab Saudi yang menyediakan akomodasi (majmuah). Tidak hanya jaraknya jauh namun kondisinya juga dinilai banyak yang tidak layak.

Letak hotel yang dekat Majid Nabawi sangat diharapkan karena selama sembilan hari di Madinah, jamaah antara lain melakukan ibadah arbain atau sholat lima waktu selama delapan hari tanpa putus. Jika letak penginapan jauh maka akan menyulitkan jamaah untuk melaksanakan ibadah tersebut. Sementara itu jemputan bus yang diminta disediakan juga tidak pasti sehingga menyulitkan jamaah beribadah.

Ketika kasus ini muncul, ‎Kepala Kantor Urusan Haji Daerah Kerja Madinah Nasrullah Jasman, mengatakan penyedia akomodasi di Arab Saudi telah mengingkari perjanjian alias wanprestasi. "Ketentuan penempatan jamaah haji di Madinah seluruhnya di dalam markaziah dan tidak boleh lebih dari 650 meter Masjid Nawabi. Dari awal sudah kita sepakati dan tidak ada masalah," katanya.

Ia mengatakan majmuah tersebut secara tiba-tiba menawarkan hotel yang berada di luar Markaziyah. "Sampai kemudian beberapa hari sebelum kedatangan jamaah ada majmuah yang menyatakan tidak sanggup. Namun kita tidak bersedia karena kontrak yang ditandatangani harus di dalam markaziyah," katanya.

Para majmuah memberikan banyak alasan, antara lain hotel tidak ada izin operasi. Beberapa beralasan hotel berada di lokasi perluasan masjid Nabawi. "Alasan-alasan itu tidak bisa kami terima," ungkap Nasrullah.

Pada akhirnya Daker Madinah harus mencari jalan tengah dan mencari penginapan. Namun ia mengakui kondisi pemondokan di luar Markaziyah tak sebagus pemondokan yang berada di Markaziyah. Namun saat itu Daker Madinah tetap mengupayakan kepastian penempatan jamaah haji dengan opsi terbaik yang masih bisa dilakukan.

"Seluruh hotel di luar Markaziyah kelasnya berada di bawah hotel di markaziyah. Tapi kita sudah pastikan dengan pengecekan mutunya cukup baik. Yang terpenting bagi kami memastikan jamaah mendapat pemondokan selama di Madinah," katanya. Selain itu jamaah haji yang pemondokannya berada di luar markaziyah itu disediakan angkutan khusus.

Menurut Ketua Panitian Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) 2014, Ahmad Jauhari, dari 10 majmuah, 9 diantaranya tidak memenuhi komitmen yang diharapkan‎. Para majmuah beralasan soal perluasan Masjid Nabawi. Sehingga sejumlah gedung tidak bisa digunakan.

‎"Adanya proyek perluasan Masjid Nabawi yang berdampak gedung-gedung di sekitar Masjid Nabawi sehingga sebagian besar sudah dihancurkan.‎ Ada juga juga gedung yang secara infrastruktur tidak layak
sehingga dicabut listrik dan lainnya sehingga tidak layak untuk jamaa‎h," katanya.

Atas kejadian ini Kemenag meminta maaf ke jamaah haji Indonesia walau hal itu kesalahan majmuah. "Prinsipnya perlindungan jamaah itu bagi kita segala-galanya dan itu semenjak bulan puasa sampai syawal (kontrak dengan majmuah) sudah tidak ada masalah," kata Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah (PHU) Kemenag, Abdul Djamil, saat mengunjungi salah satu pemondokan di luar markaziyah Masjid Nabawi, 17 September.

Namun atas kejadian itu Abdul Djamil meminta majmuah yang menempatkan jamaah Indonesia di luar daerah yang disepakati untuk membayar denda. "Pemerintah tidak bersedia menerima apapun alasannya, karena mereka menyalahi kesepakatan dan harus membayar denda 300 riyal per jamaah," kata Abdul Djamil.


Langkah Kemenag

Setelah peristiwa itu maka ada beberapa langkah kebijakan yang diambil pemerintah. Pertama adalah memastikan denda dibayar oleh majmuah. Kedua jamaah haji gelombang kedua ditempatkan di dalam markaziyah. Dan ketiga melakuklan evaluasi sistem penyewaan penginapan di Madinah.

Mengenai pembayaran denda Menteri Agama Lukmah Hakim Syaifuddin mengusulkan uang denda yang akan diberikan oleh majmuah yang wanprestasi dikembalikan kepada jamaah haji. "Saya ingin berikan ke jamaah," kata Lukman Hakim yang juga sebagai Amirul Hajj, usai rapat koordinasi persiapan penyelenggaraan haji di Kantor Urusan Haji Indonesia Daerah Makkah, Jumat malam (26/10), yang juga dihadiri oleh anggota Amirul Hajj.

Lukman hakim mengatakan uang tersebut dikembalikan ke jamaah sebagai konsekwensi jamaah diberlakukan kurang baik. Ia mengatakan semua peserta rapat menyetujui usulan tersebut. "Denda tidak
masuk ke negara tapi kembali ke jamaah," katanya.

Untuk masalah ini, jamaah haji akhirnya mendapat uang denda atau kompensasi sebesar 300 riyal sebelum mereka kembali ke Tanah Air, yang secara simbolis dilakukan oleh Dirjen PHU Abdul Djamil kepada para perwakilan jamaah pada 13 Oktober. Memang sempat ada peristiwa yakni uang untuk jamaah tersebut dipotong oleh ketua rombongan, namun kemudian diminta dikembalikan lagi oleh Panitia Penyelenggara Ibadah Haji.

Mengenai penempatan jamaah haji gelombang kedua, Abdul Djamil mengatakan setelah peristiwa jamaah haji gelombang pertama terjadi, penyelenggara haji langsung memanggil majmuah untuk meminta kepastian agar gelombang kedua bisa ditempatkan di dalam markaziyah dan mereka menyanggupi. "Itu bagian dari upaya kita agar jamaah haji gelombang kedua ditempatkan di markaziyah," katanya.

Dirjen mengatakan setelah itu penyelenggara haji terus memantau kesiapan penginapan bagi jamaah haji gelombang kedua agar tidak terjadi lagi peristiwa itu. Jamaah haji gelombang kedua masuk ke Madinah dari Makkah mulai tanggal 13 Oktober. Hingga 22 Oktober, hampir dapat dipastikan seluruh jamaah haji gelombang kedua ditempatkan di penginapan yang berada di dalam markaziyah sehingga perisitwa sebagian jamaah haji gelombang pertama tidak terjadi.

"Sampai hari ini (Rabu, 22/10) sudah 116 kloter semuanya di markaziyah," kata Kepala Daker Madinah, Nasrullah Jasam, kepada Media Center Haji, di Madinah.

Saat itu sebenarnya masih ada beberapa kloter yang belum sampai Madinah, namun Nasrullah mengatakan, masa puncak kedatangan jamaah haji gelombang kedua adalah pada Rabu karena akan berkumpul 121 kloter. "Tapi sudah banyak tempat yang kosong jadi teorinya dari sekarang sampai tanggal 27 tidak ada masalah," katanya.

Sementara untuk perbaikan ke depan agar peristiwa tidak kembali terulang, Dirjen PHU Abdul Djamil, mengatakan dalam hal sewa pemondokan, baik di Madinah maupun di Mekah akan dilakukan sejumlah perbaikan. Untuk di Madinah sudah didiskusikan pola apa yang paling tepat, melanjutkan sewa layanan dengan perbaikan-perbaikan yang memberikan jaminan jamaah ditempatkan di markaziah, atau model sewa diubah dengan sistem yang lebih memberi kepastian.

Kemenag pun mengkaji serius sistem baru penempatan jamaah haji di Madinah. Langkah ini dipandang perlu untuk memastikan semua jamaah haji Indonesia ditempatkan dekat Masjid Nabawi selama menjalani salat arbain.

Dalam rangka mengkaji sistem baru penempatan jamaah haji di Madinah ini Dirjen PHU Kemenag Abdul Djamil bersama Kepala Daker Madinah Nasrullah Jasam menggelar pertemuan dengan pihak majmuah dan muassasah Arab Saudi.

Nasrullah Jasam mengatakan Kemenag mengkaji pola penyewaan apakah yang ideal untuk jamaah haji, apakah sewa layanan seperti sekarang ini atau "blocking" hotel atau sewa musiman seperti di Makkah.

Setiap sistem penempatan jamaah haji ada konsekuensinya. Sewa layanan seperti yang saat ini diterapkan di Madinah cukup murah, namun faktanya majmuah wanprestasi bisa sembarangan menempatkan.

"Kalau sewa layanan lebih murah tapi kita harus mengontrol terus. Kalau sewa musiman lebih mahal tapi kepastiannya lebih baik. Jadi satu gedung kita kuasai tapi sewanya pasti lebih mahal," kata Nasrullah memaparkan kekurangan dan kelebihan tiap opsi.

Diharapkan sistem baru penempatan jamaah haji di Madinah bisa segera disepakati. Karena negara lain sudah melakukan penjajakan hotel untuk jamaah haji mereka tahun depan.

"Semoga kita bisa menemukan pola ideal memberikan kepastian penempatan ke jamaah, tapi mudah-mudahan terjangkau. Semua pihak mengusulkan perubahan pola penyewaan tapi perlu kita bahas dengan pihak terkait. Sementara beberapa misi haji negara lain sudah mulai menjajaki untuk musim depan, tapi kita perlu komunikasi dengan pihak lain seperti DPR dan sebagainya," harapnya.(*)

Oleh Unggul Tri Ratomo
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2014