Benghazi (ANTARA News) - Sebanyak 29 orang tewas, Kamis (23/10), di Benghazi, Libya, setelah satuan militer Libya, yang diperkuat oleh pendukung pensiunan Mayor Jenderal Khalifa Haftar, melancarkan serangan terhadap rumah sejumlah pemimpin milisi fanatik di Banghazi Timur.

Serangan dan bentrokan di pintu masuk barat Benghazi serta bentrokan rusuh sporadis menewaskan 29 orang pada Kamis, sehingga menambah jumlah korban jiwa di kota itu jadi tak kurang dari 149 dalam waktu satu pekan, kata beberapa sumber medis.

"Pusat medis pada Kamis menerima 19 mayat, termasuk empat mayat yang belum diidentifikasi dan seorang perwira dari Brigade Tank 204 Angkatan Darat, serta pemimpin ... Ansar Ash-Sharia," kata satu sumber di Pusat Medis Benghazi.

"Sisanya meninggal akibat luka mereka dalam bentrokan dan di Daerah Ard Ezwawa serta Bo-Dzera, dan penghukuman mati tanpa proses pengadilan serta luka akibat peluru nyasar," kata sumber itu.

"Sedikitnya 10 orang tewas akibat bentrokan. Rumah Sakit Al-Kwefia, yang khusus dalam penanganan penyakit pernafasan, menerima beberapa mayat," kata satu sumber medis lain, sebagaimana diberitakan Xinhua, Jumat siang.

Pada Rabu malam (22/10), 14 orang tewas, sementara satuan militer yang didukung oleh pendukung Haftar bergerak maju ke arah Hai As-Salam di bagian timurlaut pusat kota Benghazi, untuk pertama kali sejak awal serangan oleh Haftar terhadap kota tersebut pada Rabu pekan lalu terhadap anggota milisi fanatik.

Warga sipil bersenjata bersama pasukan Haftar dalam serangan baru untuk merebut kembali Benghazi, yang pada Juli jatuh ke tangan milisi fanatik, termasuk kelompok Ansar Ash-Sharia. Haftar, yang memainkan peran penting dalam penggulingan pemimpin Libya Muammar Gaddafi, telah mengobarkan perang melawan kelompok fanatik bersenjata di Benghazi sejak Mei.

Ia menyatakan Operasi Martabat, yang dilancarkannya, terus menggempur kelompok fanatik bersenjata seperti Dewan Shura dan Ansar Ash-Sharia.

Namun pasukan Haftar, yang condong ke sekuler, belum lama ini mengalami pukulan telak dan telah kehilangan sebagian besar pangkalan mereka di Benghazi sejak Agustus.

Libya telah menyaksikan peningkatan drastis kerusuhan setelah kemelut 2011, yang menggulingkan Gaddafi. Milisi fanatik dan pro-sekuler telah bersaing untuk memperebutkan kota besar dan kecil selama berbulan-bulan. Pertempuran masih berkecamuk di dekat Tripoli, Benghazi dan Gharyan, demikian Xinhua.

(C003)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2014