Jakarta (ANTARA News) - Setelah La Galigo, Negarakertagama, dan Babad Diponegoro masuk dalam warisan dunia (Memory of the World) UNESCO, tahun ini Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI) menggemakan arsip Konferensi Asia-Afrika (KAA) sebagai warisan dunia.

Ketika itu, Indonesia yang berumur 10 tahun dengan lima negara inisiator lain, dapat menggelar Konferensi Asia-Afrika pada 18-24 April 1955 di Bandung.

Sebagai tuan rumah, Indonesia menerima 29 negara yang mewakili satu setengah milyar manusia saat itu.

Bandung sebagai tempat berlangsungnya KAA 1955 menyiapkan segala keperluan pelaksana konferensi, menyambut kehadiran para delegasi asing, serta jurnalis dari berbagai penjuru dunia.

Bandung menyiapkan akomodasi bagi 1500 orang, terdiri dari 18 hotel, 22 rumah peristirahatan partikelir, tujuh peristirahatan pemerintah, delapan rumah PMI, dan empat asrama: tempat ibadah bagi para tamu berdasarkan keyakinan masing-masing; layanan kesehatan di beberapa rumah sakit dan pos-pos pertolongan di hotel-hotel dan pusat hiburan; transportasi dengan menyediakan 238 unit kendaraan dan 293 pengemudi, serta 25.000 liter bensin setiap harinya ditambah cadangan 175.000 liter selama konferensi berlangsung.

Sidang pleno diselenggarakan di ruang utama Gedung Concordila. Sementara sidang komite diselenggarakan di Gedung Dana Pensiun. Namun, pada 7 April 1955, Presiden Soekarno mengganti nama kedua gedung itu menjadi Gedung Merdeka dan Gedung Dwi Warna, serta Jalan Raya Timur menjadi Jalan Asia Afrika.  

Salah satu alasan Ketua Komite Nasional Indonesia untuk UNESCO (KNIU), Prof. Arief Rachman, M. Pd. mengajukan dokumen KAA sebagai warisan dunia, yakni bermanfaat untuk perdamaian dunia.

"Dokumen KAA sangat bermanfaat untuk perdamaian dunia dan juga dari arsip tersebut kita bisa melihat isi pidato para inisiator KAA, seperti misalnya Indonesia oleh Presiden Soekarno," kata Arief Rachman dalam forum diskusi yang digelar di Ruang Serba Guna Magetsari, Senin, (27/8).

Ia menimpali, "Ini bukan mencari status, tetapi ini untuk mengingat dan menghargai serta menghidupkan kembali semangat perdamaian di kancah perkembangan dunia saat ini."

Selain itu, arsip KAA menurut Arief berguna untuk pendidikan Indonesia di masa mendatang.

Arsip KAA yang diajukan ke UNESCO pada Maret 2014 lalu terdiri dari tujuh roll film, lima ratusan lembar foto, dan 1700-an lembar kertas arsip.

"Kendalanya, setiap negara minimal mengirimkan satu asetnya untuk dijadikan warisan dunia juga," katanya. "Arsip KAA, paling cepat dua sampai tiga tahun seperti La Galigo dan Negarakertagama."

Sementara Wardiman Djojonegoro berkata, "Arsip KAA punya keunikan karena tidak diadakan lagi selain hanya tahun 1955. Ini menjadi alasan kami ingin mengajukannya sebagai warisdan dunia. Selain itu, untuk pelestarian dan bisa akses publik.

Salah satu program UNESCO adalah warisan dunia (memory of the world) untuk melestarikan dokumen-dokumen atau arsip-arsip yang berharga untuk masyarakat dunia.

Pewarta: Okta Antikasari
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2014