... identifikasi DNA melalui feses tidak mudah, tapi tidak menyakiti gajah... "
Pekanbaru, Riau (ANTARA News) - Lembaga Biologi Molekuler Eijkman mengungkap perkiraan sementara hanya tersisa 73 gajah sumatera saja di Taman Nasional Tesso Nilo, Riau. Angka itu ditetapkan setelah dilakukan penelitian populasi gajah melalui kotoran mamalia darat terbesar itu.

"Namun itu belum hasil secara total. Karena dari 225 contoh kotoran gajah yang kami kirim, baru setengahnya atau sekitar 108 contoh yang selesai diteliti," kata juru bicara World Wildlife Fund (WWF) Indonesia Wilayah Riau, Syamsidar, di Pekanbaru, Rabu siang.

Lembaga Biologi Molekuler Eijkman mencoba melestarikan gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus) melalui kotoran bekerjasama dengan WWF. Penelitian itu, kata Syamsidar, digelar sejak 2012 dan hasilnya didapat pada pertengahan 2014.

Sementara untuk 73 gajah yang berhasil diidentifikasi itu, demikian Syamsidar, diketahui 50 di antaranya adalah betina dan 23 jantan, alias rasio jantan:betina sekitar 1:2.

Syamsidar mengatakan, pihaknya masih harus menunggu hasil uji laboratorium oleh lembaga biologi molekuler Eijkman terhadap sejumlah sample yang tersisa.

Deputi Direktur Lembaga Eijkman, Profesor Herawati Sudoyo, sebelumnya menjelaskan, pendekatan genetik bisa digunakan untuk perlindungan satwa yang dilindungi dan mengembalikan ke habitatnya.

Melalui penelitian DNA bisa diperkirakan jumlah populasi, penyebarannya, silsilah kekerabatan serta aspek ekologi lain. "Penelitian dan identifikasi DNA melalui feses tidak mudah, tapi tidak menyakiti gajah," katanya.

Cara pengambilan contoh melalui kotoran atau dikenal dengan teknik tidak menyakiti (non invasive) memberi keuntungan karena peneliti tidak perlu melukai gajah untuk mengambil sampel.

Saat feses gajah itu keluar dari saluran pencernaan, lanjutnya, lendir dari usus akan terbawa, juga membawa sel epitel. "Dari lendir dan sel epitel itu sampel DNA didapatkan," katanya.

Sampel DNA tersebut kata dia, yang kemudian diektraksi, dimana setiap individu memiliki variasi kode genetik atau marka, dan untuk gajah terdapat 18 marka.

Dari marka itu akan diketahui habitat, penyebaran gajah serta silsilah kekerabatannya bahkan hingga jumlahnya. Semua spesies gajah di dunia adalah hewan sosial yang hidup berkelompok.

Pewarta: Fazar Muhardi
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2014