Program ini cukup berhasil. Belum seluruhnya selesai, masih ada sisa pekerjaan yang harus dirampungkan seperti mapping, tapi kita sudah bisa melihat poin `lesson learn` untuk menentukan langkah ke depan,"
Palangkaraya (ANTARA News) - Pilot project Desa Hijau REDD+ di Kalimantan Tengah dianggap berhasil karenanya salah satu program imperative Badan Pengelola REDD+ yang langsung dikelola masyarakat ini akan diperluas ke beberapa provinsi.

"Program ini cukup berhasil. Belum seluruhnya selesai, masih ada sisa pekerjaan yang harus dirampungkan seperti mapping, tapi kita sudah bisa melihat poin lesson learn untuk menentukan langkah ke depan," kata Deputi Bidang Perencanaan dan Pendanaan BP REDD+ Agus Sari usai mengikuti seminar Maju Desaku Lestari Alamku di Palangkaraya, Kamis.

Harapannya program tersebut dapat diperluas di beberapa provinsi dalam waktu dekat. Karena, lanjutnya, sejauh ini MoU dengan tujuh provinsi telah dilakukan, dan optimisme beberapa provinsi seperti Sumatera Barat, Jambi, dan Kalimantan Timur atas keberhasilan pelaksanaan Desa Hijau REDD+ mulai terbentuk.

Menurut dia, tolak ukur yang menjadikan program terkait REDD+ ini berhasil yakni dimasukkan dan diintegrasikannya peta-peta tematik dalam proses perencanaan wilayah. Hal itu memperlihatkan hasil sebuah program yang berjalan, bukan sebuah proyek.

Kedua, tambahnya, aspek manfaat program Desa Hijau REDD+ ini berupa peningkatan kesejahteraan terlihat. Dengan perencanaan wilayah yang baik, tampak trennya cukup baik berupa alternatif pekerjaan yang bermunculan.

"Kalau terkait masalah deforestasinya ternyata dengan (terciptanya) pekerjaan alternatif membuat mereka bertahan tidak masuk hutan lagi," katanya.

Program Manajer Environment and Economic Governance Kemitraan Partnership Hasbi Berliani mengatakan program Desa Hijau REDD+ tampak nyata diterima masyarakat.

"Kami menerima banyak kritikan dari berbagai pihak mulai dari NGO, akademisi, masyarakat perihal manfaat kegiatan ini. Saya rasa ini benar-benar menyentuh masyarakat, karena tampak mampu memperluas kegiatan ekonomi dan sebagainya," katanya.

Kemitraan, ia mengatakan, sudah memformulasikan beberapa hal yang baik yang dapat dikembangkan lebih lanjut dari Program Desa Hijau REDD+. Namun, tidak cukup program enam--delapan bulan untuk menjalankan secara utuh program tersebut.

"Enam sampai delapan bulan itu baru masuk assessment saja. Tahun kedua harusnya bisa masuk penguatan masyarakat, dan tahun ke-3 penguatan kelembagaan masyarakat untuk lanjutkan program hingga tuntas," ujar dia.

Ia memperhitungkan idealnya butuh 2,5 hingga tiga tahun untuk menjalankan secara utuh Program Desa Hijau REDD+ yang merupakan hasil kerja sama United Nation Development Program (UNDP), BP REDD+, dan Kemitraan ini agar berhasil.

"Kalau sekarang baru keliatan awalnya saja, bisa juga jika tidak dilanjutkan sampai yakin program tersebut berjalan dengan sendirinya di desa terkait, bisa saja hilang," ujar dia.

Pilot project program Desa Hijau REDD+ berjalan dari Januari hingga Oktober 2014 di 10 desa di Kalimantan Tengah. Ke-10 desa tersebut antara lain Olung Soloi, Kolam, Saruhung, Tumbang Nusa, Garung, Jabiren, Mantaren II, Buntoi, Tambak Bajai, dan Tumbang Tampang Air.

Hasil positif yang berhasil ditunjukkan dari program tersebut antara lain terbentuknya peta-peta tematik tentang kawasan hutan, gambut, dan aset masyarakat desa. Selain itu, tersusun tiga modul belajar dan kurikulum sekolah hijau untuk sekolah dasar, tersusunnya Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMDes) yang mengakomodasi aspek lingkungan, sosial, dan ekonomi.

Hal lain yang tampak yakni beroperasinya empat kelompok usaha perempuan industri rumah tangga, terbentuknya dua kelompok lokal pemadam api, serta terlatihnya kelompok-kelompok petani karet, gaharu, dan pertanian organik.

Pewarta: Virna P Setyorini
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2014