Saya terus menekankan bahwa kunci kemenangan, salah satunya berani bermain agresif. Tidak ada perbedaan mencolok antar tim yang satu dengan tim yang lain
Jakarta (ANTARA News) - Ingin agar visi dan misi perusahaan tidak lantas sekedar macan kertas? Silakan bersegera berguru kepada "apa yang dilakukan, bukan apa yang diobralkan atau diobrolkan" mengenai Sergio Aguero.

Penyerang andalan Manchester City ini kini mengemban predikat mentereng sebagai dewa gol dalam 10 laga derbi Manchester yang menyimpan segunung rivalitas.

Ya, rivalitas harus dimenangkan, bukan dijadikan kajian sana-sini berujung onggokan kertas laporan beratus-ratus halaman tanpa mampu melahirkan dan mencetuskan "sang juara".

Aguero merespons rivalitas dengan melambungkan ujaran agar bekerja bukan semata-mata mencari untung, meski ladang sepak bola bertitel Liga Inggris (Premier League) bergelora dengan gelontoran fulus bernilai jutaan poundsterling.

Rivalitas dalam putaran roda kompetisi lantas diterjemahkan dengan buah prestasi, bukan sekedar buaian kata-kata meninabobokan sebagaimana umumnya termuat dalam visi misi perusahaan.

Aguero menerjemahkan "visi dan misi" perusahaan bernama The Citizens dengan mencetak satu gol menentukan untuk mengalahkah Manchester United (MU) dalam laga pekan kesepuluh Liga Inggris (Premier League) musim kompetisi 2014/15 yang digelar pada Minggu (2/11).

Ujaran bahwa bekerjalah bukan sekedar mencari untung seakan dunia akan berakhir keesokan hari seakan menguntai di dada Aguero.

Ia sejatinya murid jebolan dari sekolah kebijakan Tibet yang mengajarkan bahwa apa yang dirintis dan dikerjakan masa sekarang menentukan masa depan seseorang. Tidak ada yang instan, serba cepat saji, ingin memperoleh hasil secepat-cepatnya tanpa mau melewati proses bertahap dan berjenjang.

Aguero banyak disebut-sebut sebagai striker termahal di dunia. Ia bahkan mulai dibanding-bandingkan dengan ayah mertuannya yakni legenda sepak bola Argentina, Diego Maradona. Aguero punya kemampuan mumpuni dalam mendribel bola, dan oke ketika melakukan "finishing" di depan gawang lawan, sebagaimana dikutip dari situs ESPN.

Masa depan seakan mendekat bagi mereka yang setia bekerja tanpa selalu mengharap dan menanti keuntungan.

Ini setakat dengan pernyataan yang dilontarkan Presiden Atletico Enrique Cerezo ketika membandingkan antara Aguero dan Maradona pada Oktober 2008.

"Setiap jaman melahirkan pemain hebat, dan ada harapan bahwa Aguero mampu meraih predikat itu. Ketika ia menguasai bola, kakinya selalu berada di posisinya yang tepat untuk sesegera melepaskan tembakan," katanya.

Prestasi menjulang Aguero menginspirasi mereka yang bekerja dengan hati dan dengan ikhlas tidak membebani diri dengan tiga ujaran, "fulus, fulus, fulus".

Bekerja adalah berkarya, artinya ada seperangkat nilai yang menggerakkan seseorang dan sekelompok orang untuk tiada henti memberi tanpa menerima balas budi layaknya dunia perdagangan.

Hati Aguero dipenuhi butir-butir kebijakan bahwa sepak bola menampilkan hati, bukan semata mengandalkan ramuan taktik di lapangan plus kekuatan dan ketangguhan pemain di atas lapangan.

Sepak bola tidak jarang melahirkan artis di panggung kesenian hidup. Salah satunya, Aguero, yang telah dan terus menerima kata-kata bijak, yang kerapkali menghiasi visi dan misi perusahaan, bahwa bekerja kreatif rumus mujarab memajukan perusahaan.

Nah, kalau kreativitas lahir dari rahim ibunda optimisme, maka sepak bola merupakan anak kandung dari harapan masa depan.

Aguero anak kandung kreativitas. Dalam usia sembilan tahun, ia telah bergabung bersama dengan Independiente, sebuah tim yang banyak melahirkan pemain bola berbakat berkelas global.

Sebelumnya, ia berlatih di sejumlah klub kecil, yakni Loma Alegre dan Los Primos. Beberapa tahun kemudian, ia mewujudkan impiannya dengan turun bermain bersama dengan klub divisi kelas atas.

Percaya dengan adagium bahwa setiap orang, setiap karyawan, setiap pesepak bola adalah seniman kehidupan, maka Aguero menarik perhatian pelatih gaek Independiente, Oscar Ruggeri.

Kesungguhan hati dan ketegaran untuk bekerja di arena sepak bola akhirnya mengetuk hati sang pelatih untuk menurunkan Aguero ketika laga Independiente melawan San Lorenzo.

Aguero memecah rekor yang diraih Maradona  sebagai pemain sepak bola termuda yang turun bertanding di divisi Utama Argentina. Sejak itu, dirinya dilekat-lekatkan sebagai salah satu masa depan bahkan ikon sepak bola negeri itu.

Orbit sepak bola Argentina tidak pernah lepas dari nama Aguero. Ia pancaran dari optimisme kerja yang tidak sekedar memburu fulus, meski akhirnya uang menghampiri dia. Pada 2005, sejumlah klub Eropa memberi tawaran kontrak dengan banderol sekitar 23 juta poundsterling, karena sebelumnya ia membela Atletico Madrid.

Kesungguhan hati merupakan saripati dari bekerja. Tampil bersama Atletico dan berkongsi dengan pemain berpaspor Uruguay Diego Forlan, serta merta membuat Aguero makin bersinar.

Aguero menunjukkan "passion" dalam bekerja. Ia memiliki kecepatan dan kekuatan yang merupakan syarat dasar dari sepak bola modern. Seiring perjalanan waktu, cintanya dengan Atletico akhirnya kandas juga.

Pada Juni 2011, ia bergabung bersama Manchester City dengan bayaran fee sekitar 39 juta poundsterling. Kiprahnya tidak juga mengecewakan manajemen The Citizens, karena ia mampu menjalakan 30 gol bagi City di seluruh kompetisi. Nama Aguero pernah terukir di buku sejarah sepak bola Liga Inggris sebagai salah satu pencetak gol terbanyak, dengan mengemas 52 gol dalam 87 laga.

Peran Aguero dirasakan demikian paripurna, layaknya juga sifat dan tujuan dari pekerjaan, yakni meraih dan mencapai pribadi paripurna. Kemenangan 1-0 atas Manchester United (MU) di Stadion Etihad itu juga membawa kepada pengakuan akan kemampuan istimewa dari manajer City, Manuel Pellegrini.

Untuk kali pertama, dalam lintas derbi Manchester, sejak Desember 1970, Manchester City mampu menorehkan empat kemenangan beruntun dalam derbi kontra MU di ajang liga.

Vincent Kompany dan kawan-kawan sebelumnya menang 2-1 di paruh kedua musim kompetisi 2012/13 dan dua kali menang telah di musim 2013/14, yakni 3-0 di Old Trafford dan 4-1 di Etihad Stadium.

Pellegrini menyatakan, "Tim ini sama dengan tim yang diturunkan ketika kami memperoleh kemenangan di pertandingan yang lalu. Kami akan terus tampil seperti ini."

"Saya terus menekankan bahwa kunci kemenangan, salah satunya berani bermain agresif. Tidak ada perbedaan mencolok antar tim yang satu dengan tim yang lain. Yang membedakan, yakni apakah sebuah tim mampu tampil bermain dengan konsentrasi penuh."

Banyak kata-kata sifat untuk memberi predikat atas kekalahan sebuah tim. Bodoh, idiot, naif, tidak profesional.

Sebelum laga dimulai, pelatih MU, Louis Van Gaal justru melontarkan kata-kata kurang percaya diri, padahal kerja sejatinya perlu dibarengi dengan kepercayaan diri. Pelatih Belanda itu belum-belum sudah mengkhawatirkan lini pertahanan skuad asuhannya.

Van Gaal sedari awal menyadari bahwa lini serang City salah satunya dihuni oleh Aguero yang memiliki ketajaman. Untuk membendung laju serangan lawan, Van Gaal menurunkan Valencia, Smalling, Marcos Rojo (yang akhirnya digantikan Paddy McNair) dan Luke Shaw. Alhasil, skema ini tidak berjalan mulus.

Sebelum laga dimulai, Van Gaal mengatakan, "Kami bertekad mendominasi. Kami ingin tampil dengan penguasaan bola agar dapat memperoleh dan memanfaatkan peluang. Kami perlu menimbang-nimbang kualitas permainan Manchester City, karena dalam tiga tahun belakang, mereka mampu kelaur sebagai juara sebanyak dua kali."

Hitung-hitungan Van Gaal meleset. Salah satu hal yang tertinggal di saku pelatih berpengalaman itu, yakni adakah Wayne Rooney, Di Maria, Van Persie telah tampil bermodal "passion"?

Apakah terpuruknya posisi Manchester United di posisi kesembilan dalam pekan kesepuluh klasemen Liga Inggris musim 2014/15 dengan raihan 13 poin, justru disebabkan tertular virus ketiadaan "passion" dalam bertanding?

Dan Aguero datang memberi pelajaran bahwa inti bekerja yakni mencari inti ajaran kehidupan, bukan malah mengeruk untung sedalam-dalamnya dengan menimbun fulus sebanyak-banyaknya.

Pemain Argentina itu justru berhikmat dengan ujaran klasik Latin, bahwa "cor sapientis quaerit doctrinam", yang artinya inti kebijaksanaan itu selalu mencari ajaran yang pokok.

Implikasinya, apakah kekalahan MU kali ini justru merupakan tanggungjawab sepenuhnya Van Gaal sebagai peracik taktik tertinggi di skuad itu?

Ini lantaran, ada ujaran Latin menyatakan, bahwa "corruptio optimi pessima", yang artinya pembusukan (moral) dari orang yang tertinggi kedudukannya adalah hal yang paling buruk dalam kehidupan.

Boleh jadi, manajemen MU memerlukan revolusi mental yang telah lebih dulu dihidupi dan dirayakan oleh Sergio Aguero.
(T.A024)

Editor: AA Ariwibowo
Copyright © ANTARA 2014