Jakarta (ANTARA News) - Tak banyak yang tahu jika di antara para tokoh punakawan ternyata ada dua orang perempuan yang cukup sentral dalam cerita wayang.

Selain mengenal Semar dan ketiga anaknya, yaitu Gareng, Petruk, dan Bagong sebagai para pengikut setia kesatria pewayangan, wayang di Indonesia juga menampilkan Limbuk dan Cangik, anak dan ibu yang selalu kompak dan sama-sama konyol.

"Memasuki masa Walisongo, Sunan Kalijaga dan Gunung Jati memperkenalkan dua tokoh Limbuk dan Cangik dalam punakawan, inilah yang membedakan wayang Hindu dan Islam. Dua-duanya tak ada yang salah, hanya versi dan pemaknaannya saja yang berbeda," kata pimpinan Teater Koma Nano Riantiarno di Jakarta, Senin.

Dalam pementasan teater-nya yang ke-136, berjudul "Republik Cangik", Nano sebagai penulis naskah sekaligus sutradara pementasan, mengatakan dalam pementasan kali ini dirinya berusaha menggali kekuatan peran perempuan dalam membangun sebuah negara.

"Di sini, meski Limbuk dan Cangik adalah bawahan Baladewa, mereka lantang menyuarakan pendapatnya. Meskipun naskah saya tulis lima bulan lalu dan saya tak bisa memprediksi situasi politik saat ini, tapi rupanya kondisi itu sama seperti apa yang terjadi sekarang, di mana di pemerintahan sekarang menteri perempuan paling banyak dan kami harap mereka bisa bersuara seperti Cangik dan Limbuk yang jadi bawahan Baladewa," kata Nano.

Nano sendiri merasa optimis, ke depan peran perempuan akan semakin terbuka di kancah politik negeri ini mengingat dalam Kabinet Kerja ada delapan menteri perempuan yang dipasang Jokowi.

"Inilah saatnya perempuan bisa ngomong, ke depan saya yakin, akan ada lebih dari delapan perempuan yang bisa jadi menteri, mungkin 10, 12 atau 16," katanya.

Dikisahkan, dalam pentas "Republik Cangik", Limbuk dan Cangik menjadi penentu masa depan negeri.

Limbuk berperawakan gemuk dengan sanggul besar dan dandanan menor, sangat berbeda dengan ibunya yang kurus.

Limbuk mempunyai rasa keyakinan yang tinggi akan daya tariknya. Suaranya keras, dalam, dan menyentuh secara janggal.

Sementara Cangik adalah ibu yang eksentrik, dengan kaca mata hitam futuristiknya, Sang Punakawan wanita dari Kerajaan Mandura itu mengemban tugas memilih pemimpin Negeri Suranesia yang ditinggal Maharaja Surasena karena meninggal dunia.

Ada enam kandidat untuk diseleksi; Santanu Garu, Dundung Bikung, Graito Bakari, Burama-Rama, Binanti Yugama, dan Jaka Wisesa.

Dalam cuplikan pementasan yang dilakukan dalam konferensi pers, Jaka Wisesa memiliki kesamaan dengan Presiden Joko Widodo yang sempat menjadi Walikota dan Gubernur. Meski tak gagah, Limbuk mengaku menebar pesonanya pada Jaka, namun Jaka menolak ajakan Limbuk untuk menikah.

Cangik, dengan ajian sakti peninggalan Maharaja Surasena, Cangik berhasil memanggil tokoh-tokoh besar dunia wayang untuk ikut menjadi juri seleksi maharaja.

Mereka adalah Semar, Betari Permoni (ratu para setan), Betara Narada (perdana menteri para dewa), Raden Gatotkaca (wakil Pandawa), Raden Lesmono (wakil Kurawa) dan Riri Ratri putri raja Kediri.

Republik Cangik akan dipentaskan di Gedung Kesenian Jakarta, 13-22 November 2014, kecuali hari Senin pukul 20.00 WIB pada Selasa hingga Sabtu dan pukul 14.00 WIB khusus hari Minggu.

Pewarta: Ida Nurcahyani
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2014