Kediri (ANTARA News) - Manajemen Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Pelem, Pare, Kabupaten Kediri, Jawa Timur, membebaskan biaya perawatan GN (45), pasien yang sempat diduga terkena penyakit Ebola.

Wakil Direktur Pelayanan RSUD Pelem, Pare Sulistyono, Senin mengatakan, seluruh biaya perawatan tersebut diambil dari pos anggaran tak terduga rumah sakit. Hal tersebut sesuai dengan mekanisme anggaran rumah sakit yang diterima dari Dinas Kesehatan untuk penanggulangan wabah di daerah.

"Biaya perawatan dari pos anggaran tak terduga," katanya.

Namun, pihaknya enggan mengatakan nominal yang sudah dikeluarkan untuk menangani pasien terduga Ebola tersebut. Ia hanya menyebut, untuk perawatan memerlukan perhatian khusus, seperti untuk baju.

Untuk baju, Sulistyono mengatakan, berganti setiap harinya. Saat merawat pasien terduga Ebola itu, ada sekitar sembilan perawat dan dokter, dan mereka berganti baju setiap hari, sesuai dengan standar perawatan.

Baju-baju yang telah dipakai itu, lanjut dia, dimusnahkan. Hal itu dilakukan, sebagai bentuk mengantisipasi penularan penyakit berbahaya, seperti Ebola. Walaupun saat ini, hasil uji laboratorium menyebut jika penyakit tersebut ternyata negatif, dari rumah sakit tetap memberlakukan standar pelayanan khusus.

Untuk perawatan, ia mengatakan sesuai dengan standar adalah 21 hari. Namun, hal itu juga melihat kondisi kesehatan pasien itu sendiri, dan jika dalam tempo sebelum 21 hari, ternyata sudah ada perkembangan yang signifikan, dari rumah sakit akan melakukan evaluasi.

Sampai saat ini GN masih ditempatkan di ruang isolasi, walaupun hasil uji laboratorium menyebut jika pasien yang terduga Ebola di Kediri dan Madiun negatif terkena penyakit tersebut.

Kondisi GN saat ini sudah jauh lebih baik jika dibandingkan dengan ia dibawa ke rumah sakit pertama kali. Saat ini, demamnya sudah mulai turun, suhu badannya juga relatif stabil, antara 36-37 derajat Celsius.

Melihat kondisinya yang sudah relatif stabil, pihak rumah sakit menyebut, sebenarnya pasien sudah diperbolehkan pulang. Namun, karena awalnya ia terduga virus Ebola, pihak rumah sakit harus memberlakukan standar pengobatan, di antaranya perawatan di ruang isolasi.

GN adalah salah satu dari 28 buruh migran yang kembali dari Liberia pada Minggu (26/10). Ia dirawat di rumah sakit setelah mengaku mengeluhkan sakit dengan gejala demam, nyeri saat menelan, nyeri sendi, dan batuk.

Ia sempat dirawat di puskesmas setempat lalu dirujuk ke rumah sakit setelah demamnya tidak kunjung turun. Ia diduga terjangkit penyakit Ebola, mengingat gejala ia sakit mirip dengan gejala penyakit Ebola. Terlebih lagi, ia baru pulang dari Liberia, salah satu negara endemik Ebola. Namun, sampai saat ini dinas kesehatan masih melakukan uji laboratorium sakitnya.

Serangan virus ebola sampai saat ini terus meluas. WHO menyebut, kematian akibat penyebaran virus ebola di Afrika Barat diketahui telah mencapai 3.000 orang, dimana diperkirakan, lebih dari 6.500 orang sudah terinfeksi virus di wilayah tersebut. Dari serangan tersebut, Liberia diketahui sebagai negara yang terkena dampak terburuk, dengan korban tewas mencapau 1.830 orang.

Virus ebola diketahui cukup cepat penyebarannya. Penyakit ini diketahui muncul dari hutan terpencil di daerah Guinea, dan mulai menyebar ke Liberia, Sierra Leone dan Nigeria.

Virus Ebola ini dicurigai berasal dari kelelawar hutan dan bisa ditularkan ke manusia dengan menyentuh korban atau melalui cairan dalam tubuh, seperti air liur dan darah. Virus ini pertama kali diidentifikasi pada tahun 1976 di daerah yang saat ini kita kenal dengan nama Republik Demokratis Kongo. Sampai saat ini diketahui belum ada vaksin atau obat untuk Ebola ini.

Gejala penyakit ini menyerupai flu dengan rasa sakit baik dari dalam dan luar organ tubuh. Penyakit ini diketahui dengan gejala demam yang disertai dengan pendarahan yang bisa memicu gagal ginjal dan hati dengan tingkat kematian hingga 90 persen.

Pewarta: Destyan HS
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2014