Jakarta (ANTARA News) - Belasan pengendara sepeda motor menjarah hak pejalan kaki pada Selasa pagi, mengemudikan kendaraan mereka di sepanjang trotoar jalan Letjen Suprapto, Cempaka Putih, Jakarta Pusat.

Puluhan pengguna sepeda motor yang lain menerobos jalur bus Transjakarta koridor dua rute Pulogadung-Harmoni bersama sejumlah pengendara mobil di kawasan itu.

Sementara di persimpangan Senen, saat lampu merah menyala, belasan pengemudi menempatkan kendaraan mereka sampai menutupi zebra cross yang seharusnya menjadi tempat para pejalan kaki menyeberang.

Belasan pengendara sepeda motor lainnya mencoba terus melaju meski lampu lalu lintas yang masih menyala merah.

Di sisi lain, beberapa pengendara sibuk berusaha menyebrangkan sepeda motor mereka dari separator jalur bus Transjakarta untuk menghindari petugas yang berdiri di perempatan jalan raya itu.

"Jalanan semakin macet, kalau enggak keluar masuk jalur Busway pasti lama sampai kantornya, saya bisa telat," kata Sandi Tri (25), yang sebelumnya melintasi jalur bus Transjakarta kemudian ikut berbaris di zebra cross perempatan Senen.
 
Pria yang bekerja di kawasan Tugu Tani, Jakarta Pusat, itu mengaku kerap melalui jalur yang sebenarnya tidak boleh dilalui demi menghemat waktu tempuh perjalanan karena padatnya lalu lintas kendaraan di ruas-ruas jalan Jakarta.
    
"Saya dari Depok ke Tugu Tani, kalau jam sibuk begini biasanya banyak yang melanggar dan polisinya juga enggak menilang," kata Sandi di perempatan Senen, yang selalu ramai di jam-jam sibuk.

Seperti Sandi, Mirza Hamid (39) juga tak ragu dan takut melanggar aturan lalu lintas di jalan raya.

Pengojek itu gesit mengendarai sepeda motornya melintasi trotoar di sepanjang Jalan Pramuka, Jakarta Timur, lalu memarkirnya di trotoar, di bawah halte bus Transjakarta Pasar Genjing.

"Biar cepat sampai supaya bisa membawa penumpang berkali-kali, lagipula tukang ojek memang biasanya mangkal di trotoar, dekat dengan pejalan kaki dan halte," kata Mirza sembari duduk, menikmati es teh di sepeda motornya, tak menghiraukan seorang ibu sulit melewati trotoar karena terhalang motornya diparkir melintang.

Sandi dan Mirza hanya bagian kecil dari pengemudi yang menggunakan jalan raya tanpa mempedulikan hak pejalan kaki, tanpa mengindahkan dampak tindakan mereka terhadap keselamatan diri sendiri dan orang lain, tanpa peduli dengan hukuman yang bisa menjerat mereka karena melanggar Undang-Undang No. 22/2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.


Dampak perilaku agresif

Perilaku pengendara yang mengemudi tanpa memperdulikan hak dan keselamatan pengguna jalan yang lain seperti yang dilakukan Sandi dan Mirza diidentifikasi sebagai perilaku berkendara agresif.

Para pengendara yang agresif kerap memacu kendaraan dengan kecepatan tinggi, menerobos lampu pengatur lalu lintas, naik ke trotoar, dan menggunakan bahu jalan demi mencapai tujuan tanpa mempedulikan pengguna jalan lain.

Kepala Satuan Medis Fungsional Psikiatri Rumah Sakit Jiwa Marzoeki Mahdi Bogor, Lahargo Kembaren, mengatakan perilaku seorang pengendara antara lain ditentukan oleh kematangan kepribadian mereka, yang dipengaruhi oleh pola asuh dalam keluarga, sosok yang diteladani dalam lingkungan, dan pembentukan kepribadian di sekolah maupun tempat kerja.
    
"Kepribadian yang matang membuat seseorang melakukan tindakan yang sesuai, sementara orang yang melakukan pelanggaran memiliki pribadi yang tidak matang," kata Lahargo ketika dihubungi melalui telepon, Senin (3/11).

Selain itu, kebiasaan pengendara melanggar aturan lalu lintas juga berhubungan dengan kemacetan yang bisa membuat orang stres.

"Ketika seseorang berkendara dalam kondisi stres maka akan muncul perilaku fight or flight atau kondisi siap tempur serta tidak peduli dengan petugas polisi atau melanggar rambu lalu lintas tanpa mengindahkan risiko untuk pengguna jalan, bahkan dirinya sendiri," kata Lahargo.
    
Perilaku yang demikian tidak hanya membahayakan pengendara, tapi juga pengguna jalan yang lain, termasuk pejalan kaki.

Laporan "Global Status Report on Road Safety 2013" Organisasi Kesehatan Dunia menyebutkan 22 persen dari 1,24 juta korban tewas akibat kecelakaan adalah pejalan kaki di trotoar. Menurut laporan itu, setiap hari ada 747 pedestrian tewas akibat kecelakaan di seluruh dunia.

Di Indonesia, menurut data Direktorat Lalu Lintas Kepolisian Daerah Metropolitan Jakarta Raya tahun 2013, perilaku berkendara tidak tertib merupakan penyebab 38,45 persen kecelakaan.

Selain itu, Road Safety Association Indonesia mengutip data Direktorat Lalu Lintas Kepolisian Daerah Metropolitan Jakarta Raya pada Maret 2014 yang menyebutkan bahwa 11,68 persen korban tewas akibat kecelakaan lalu lintas adalah para pedestrian.

Pewarta: Alviansyah Pasaribu
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2014