Berlin (ANTARA News) - Mantan pemimpin Uni Soviet Mikhail Gorbachev, Sabtu, di Berlin mengatakan bahwa ketegangan antara negara-negara Barat dengan Rusia terkait krisis di Ukraina berpotensi berkembang menjadi Perang Dingin baru.

Gobachev--yang dinilai berjasa besar bagi pemulihan hubungan dengan Barat yang kemudian berdampak pada runtuhnya rezim komunis di Eropa Timur--juga menuduh Amerika Serikat tidak memenuhi janji pasca-runtuhnya tembok Berlin yang merupakan simbol dari berakhirnya Perang Dingin.

"Dunia kini di ambang Perang Dingin baru. Beberapa orang bahkan mengatakan periode itu telah dimulai," kata Gorbachev yang diundang ke Jerman untuk memperingati peristiwa runtuhnya tembok Berlin pada 9 November 1989.

"Dan meski demikian, sementara situasi terus memanas, kita tidak menyaksikan organisasi internasional, terutama Dewan Keamanan PBB, bertindak untuk mencegahnya," kata dia.

Konflik di bagian timur Ukraina antara gerilyawan pro-Rusia dengan pasukan pemerintah sampai saat ini telah menewaskan lebih dari 4.000 orang.

Rusia menuding Barat sebagai akar pertumpahan darah itu, namun di sisi lain NATO berbalik mengatakan bahwa Rusia secara tidak langsung telah membantu kelompok gerilyawan dalam konflik di Ukraina.

Sementara itu Gorbachev--yang kini telah berusia 83 tahun--mengkritik Eropa karena pengaruhnya yang terus menurun di kancah politik internasional.

"Alih-alih menjadi pemimpin perubahan dunia, Eopa kini menjadi arena pergolakan politik, ajang kompetisi berebut pengaruh, dan pada akhirnya menjadi medan pertempuran militer," kata Gorbachev.

"Konsekuensi tak terhindarkan selanjutnya adalah melemahnya Eropa di saat kekuatan-kekuatan dunia lain mendapatkan momentum. Jika hal ini terus berlanjut, Eropa akan kehilangan pengaruhnya di tingkat global dan kemudian menjadi pemain yang tidak penting," kata dia.

Di sisi lain, Gorbachev juga mengatakan bahwa negara-negara Barat telah mengeksploitasi kelemahan Rusia setelah Uni Soviet pecah pada 1991.

"Dengan mengambil keuntungan dari melemahnya Rusia dan absennya kekuatan penyeimbang, negara-negara Barat mengklaim monopoli kepemimpinan dan mendominasi dunia dan di saat bersamaan mengabaikan peringatan untuk berhati-hati," tutur Gorbachev.

Gorbachev mengatakan bahwa Barat mengambil langkah salah saat memperluas keanggotaan NATO--dan juga aksi militer di Yugoslavia, Irak, Libya, dan Suriah-- yang kemudian memancing reaksi dari keras Rusia, demikian seperti dikutip dari Reuters.

(Uu.G005)

Editor: Heppy Ratna Sari
Copyright © ANTARA 2014