Jakarta (ANTARA News) - Film "Senyap" atau "The Look of Silence" karya sutradara Amerika Serikat Joshua Oppenheimer oleh pembuatnya disebut untuk menyuarakan keluarga korban peristiwa 1965.

Para korban, termasuk tokoh dalam dokumenter ini, Adi Rukun, menginginkan adanya pelurusan sejarah mengenai tragedi itu sehingga stigma buruk tak berlanjut pada para penerus yang menurut film ini korban tragedi tersebut.

"Melalui film ini, saya ingin beritahukan pada orang-orang apa yang sesungguhnya terjadi, pembunuh kakak saya bilang yang lalu biar berlalu tapi tidak, karna stigma masih ada," kata Adi Rukun usai pemutaran perdana film "Senyap" di Taman Ismail Marzuki, Senin.

Dalam film dokumenter berdurasi 98 menit itu, Adi dikisahkan sebagai adik korban pembantaian 1965 di salah satu desa perkebunan di Sumatera Utara.

Bersama Joshua, dia mengumpulkan para penyintas pembantaian dan mendokumentasikan kesaksian mereka.

Adi, dengan segala risiko yang mesti dihadapinya, menemui para pembunuh kakaknya yang dianggap simpatisan PKI.

"Saya menemui mereka bukan mau balas dendam, tapi hanya ingin tahu cerita yang sebenarnya bagaimana. Selama ini saya cuma dengar dari Mamak. Yang paling saya tak suka dari para pembunuh itu, mereka mengaku pahlawan ideologi dan harapan saya mereka akui kalau mereka salah dan kami bukan orang jahat," katanya.

Dalam film, tak satu pun pembantai meminta maaf pada Adi. Hanya ada satu anak perempuan dari pembantai yang meminta maaf atas tindakan ayahnya yang kini sudah pikun.

"Senyap" pertama kali diputar di Indonesia malam ini di Taman Ismail Marzuki. Ratusan penonton berjubel antre di depan gedung.

Saking besarnya antusiasme penonton, film yang awalnya akan diputar sekali akhirnya diputar dua kali.

"Senyap" meraih Penghargaan Utama Juri (Grand Jury Prize) dalam Festival Film Internasional Venezia ke 71 (Venice International Film Festival) di Italia.

Selain memenangkan salah satu penghargaan utama tersebut, film ini juga memenangkan FIPRESCI Award (Penghargaan Federasi Kritikus Film Internasional) untuk film terbaik, Mouse d'Oro Award (Penghargaan Kritikus Online) untuk film terbaik, Fedeora Award (Federasi Kritikus Film Eropa dan Mediterania) untuk film terbaik Eropa-Mediterania, dan Human Rights Nights Award untuk film terbaik bertema hak azasi manusia (HAM).




Pewarta: Ida Nurcahyani
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2014