Saya memiliki impian untuk memiliki toko bunga mawar ketika saya dewasa
Damaskus (ANTARA News) - Tak seperti kebanyakan orang dewasa yang impian mereka tampaknya telah pudar akibat krisis berkepanjangan di Suriah, anak-anak dari keluarga kaya maupun miskin masih bisa tersenyum dan memiliki impian hari esok yang lebih baik.

Sementara itu negeri mereka telah dirongrong konflik yang telah merenggut banyak korban jiwa selama lebih dari 3,5 tahun.

Krisis berlarut-larut di Suriah telah berkecamuk sangat lama dan ketika seseorang berjalan di jalanan ia dapat melihat kekhawatiran membayang di wajah rakyat karena alasan yang jelas.

Mereka diselimuti kekhawatiran mengenai kondisi hidup yang buruk atau kekhawatiran mengenai bagaimana bentuk masa depan mereka, terutama karena krisis tampaknya telah bertambah rumit dari waktu ke waktu.

Namun, kerut-merut di wajah para orang tua dan dalam beberapa kasus senyum terpaksa mereka, tak sepenuhnya tercermin di wajah anak mereka, yang keluguannya sejauh ini telah menutupi kepribadian rapuh dan kelelahan orang tua mereka.

Bahkan anak-anak yang juga terpengaruh oleh perang tampak memiliki tekad lebih kuat dibandingkan dengan menyerah.

Ahmad, anak lelaki yang berumur 13 tahun, berjalan menyeruak kerumunan orang di Pasar Hamidieyeh yang dikelilingi tembok di Ibu Kota Suriah, Damaskus.

Ia akan mengirim segelas kopi buat seorang pelanggan yang kebetulan adalah pemiliki toko pakaian yang mengelola usahanya cuma beberapa meter dari satu kedai kopi.

"Saya bekerja di satu kedai kopi sebagai pesuruh yang menyajikan kopi dan teh. Saya mau menjadi pemilik toko untuk menjual boneka. Saya juga belajar dan saya berprestasi di sekolah," kata Ahmad, sebagaimana diberitakan Xinhua.

Ahmad adalah satu dari ribuan anak yang telah memilih untuk melakukan pekerjaan sederhana untuk membantu keluarga mereka, yang miskin dan terperosok ke dalam kesulitan ekonomi akibat krisis.

Muhammad Badawi, anak lelaki lain yang berusia 14 tahun dan berjualan bunga mawar, dengan percaya diri berdiri di satu sudut Wilayah Hamidieyeh. Ia memegang seember bunga mawar merah yang diikat ke pinggangnya saat ia membujuk "sepasang kekasih" untuk meyakinkan sang pria agar membelikan kekasihnya bunga mawar merah.

Remaja tersebut mengatakan ia berhenti sekolah sebab ia harus menunjang keluarganya sebagai satu-satunya pencari nafkah buat keluarganya.

"Saya tidak sekolah sebab saya adalah tulung punggung keluarga. Saya bisa menabung dengan menjual bunga mawar dan merintis karir kecil ini. Saya biasa menjual bunga mawar kepada pasangan kekasih yang lewat di jalan ini. Saya memiliki impian untuk memiliki toko bunga mawar ketika saya dewasa," kata Muhammad Badawi.

Melihat anak lelaki belia menarik gerobak atau memegang kotak di bagian kuno Damaskus telah menjadi pemandangan yang kian lumrah. Mereka mengatakan, "Bekerja tidak memalukan, yang memalukan ialah mengemis atau dirundung kekecewaan."

Abdul-Rahman, anak lelaki yang berumur 11 tahun, mengatakan ia masih bersekolah tapi ia membantu saudaranya di tokonya pada siang hari. "Saya saat ini membantu saudara saya di tokonya, ketika saya pulang dari sekolah setiap hari. Tapi ketika saya dewasa, saya ingin menjadi dokter."

Itu lah kondisinya bagi "kelas pekerja" di kalangan anak-anak dan remaja di Ibu Kota Suriah.

Anak-anak dari keluarga yang lebih baik di Suriah juga memiliki mimpi mengenai masa depan yang lebih baik. Mereka kelihatan tak peduli terhadap upaya yang orang tua mereka lakukan untuk menjauhkan mereka dari bekerja dan berhenti sekolah.

Namun banyak keluarga Suriah belum lama ini telah enggan mengirim anak mereka ke sekolah atau pindah ke tempat yang lebih aman di dalam Ibu Kota Suriah agar juga lebih dekat dengan sekolah yang lebih aman.

Selama krisis, lebih dari 40 serangan mulai dari pemboman mortir sampai pemboman bunuh diri telah ditujukan ke sekolah di seluruh Suriah.

Pada Oktober, lebih dari 40 anak meninggal, ketika satu mobil yang dipasangi bom meledak di permukiman pro-pemerintah, Ekrima, di Provinsi Homs di Suriah Tengah.

(Uu.C003)

Editor: Heppy Ratna Sari
Copyright © ANTARA 2014