Nilai ekspor Indonesia ke negara-negara (anggota) Uni Eropa mencapai 2,4 miliar dolar AS setahun
Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah Indonesia meminta Uni Eropa agar tidak membuat peraturan yang cenderung menghambat arus perdagangan antara ke dua pihak, terutama hambatan yang diberlakukan terhadap produk-produk ekspor Indonesia.

"Pagi ini Menlu RI (Retno LP Marsudi) mendampingi Presiden Joko Widodo bertemu dengan Presiden Dewan Uni Eropa Herman Van Rompuy. Presiden Jokowi meminta Uni Eropa untuk tidak menerapkan hambatan tarif dan non tarif terhadap produk ekspor Indonesia, terutama kelapa sawit," kata juru bicara Kementerian Luar Negeri RI Michael Tenne di Jakarta, Rabu.

Presiden Dewan Uni Eropa Herman Van Rompuy telah bertemu dengan Presiden Joko Widodo di Istana Negara pada Rabu pagi (19/11).

Dalam pertemuan tersebut, menurut Michael, keduanya telah membahas upaya peningkatan hubungan kerja sama antara Indonesia dan Uni Eropa.

Ia mengatakan bahwa kerja sama di bidang ekonomi dengan Uni Eropa adalah hal yang penting bagi Indonesia. Hal itu karena Uni Eropa merupakan salah satu lahan ekspor terbesar untuk produk-produk Indonesia.

"Nilai ekspor Indonesia ke negara-negara (anggota) Uni Eropa mencapai 2,4 miliar dolar AS setahun," ungkap Michael.

Baru-baru ini, isu mengenai hambatan tarif bagi produk-produk Indonesia di Uni Eropa muncul setelah Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti memprotes tarif impor yang tinggi di negara-negara Uni Eropa untuk produk perikanan Indonesia, yakni mencapai 20 persen.

Hal itu dinilai telah membuat produk perikanan Indonesia tidak memiliki daya saing yang kuat.

Selain itu, produk-produk ekspor Indonesia lainnya, seperti minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) dan biodiesel, juga terkena hambatan non tarif di negara-negara Uni Eropa, salah satunya terkait isu lingkungan.

Di sisi lain, Uni Eropa berencana mengajak Indonesia untuk memperkuat kerja sama perdagangan dengan menyebutkan bahwa negara-negara yang tergabung dalam persatuan tersebut akan menjadi pasar ekspor yang potensial bagi Indonesia.

"Kami melihat secara ekonomi makro, neraca perdagangan Indonesia sedang defisit karena impor yang lebih besar daripada ekspor. Oleh karena itu, kami menawarkan pasar ekspor untuk Indonesia," kata Duta Besar Uni Eropa untuk Indonesia, Brunei Darussalam dan ASEAN Olof Skoog.

Olof mengatakan bahwa penguatan hubungan perdagangan antara Indonesia dan Uni Eropa merupakan suatu langkah yang menguntungkan bagi kedua pihak.

Hal itu, menurut dia, karena jumlah negara-negara anggota Uni Eropa yang relatif tidak sedikit dapat menjadi pasar tujuan ekspor terbesar bagi Indonesia.

"Indonesia akan memperoleh pasar yang lebih luas di Eropa, di mana pasar itu jauh lebih besar dari pasar di Tiongkok dan India. Kami (Eropa) adalah pasar ekspor terbesar untuk Indonesia," ujarnya.

Pewarta: Yuni Arisandy
Editor: AA Ariwibowo
Copyright © ANTARA 2014