Jika benar-benar ingin diterapkan dan dipandang perlu, kami minta pemerintah menanggung semua biayanya. Karena biayanya memberatkan Usaha Kecil Menengah mebel dan kerajinan,"
Jakarta (ANTARA News) - Asosiasi Mebel dan Kerajinan Indonesia meminta agar pihak pemerintah menanggung biaya sertifikasi Sistem Verifikasi dan Legalitas Kayu (SVLK), karena biaya yang dinilai terlalu besar, memberatkan para pengusaha kecil.

"Jika benar-benar ingin diterapkan dan dipandang perlu, kami minta pemerintah menanggung semua biayanya. Karena biayanya memberatkan Usaha Kecil Menengah mebel dan kerajinan," kata Ketua Umum AMKRI Soenoto di Jakarta, Rabu.

Soenoto mengatakan, untuk membuat sertifikasi SVLK, pengusaha perlu merogoh kocek Rp25 juta hingga Rp30 juta, dan harus melakukan perpanjang setiap dua tahun sekali, yang juga membutuhkan biaya.

Menurut Soenoto, terdapat sekitar 3.000 eksportir mebel dan kerajinan di Indonesia, sehingga dengan biaya tersebut, pemerintah perlu mengeluarkan Rp90 miliar untuk pembuatan sertifikasi SVLK.

Soenoto menyampaikan, AMKRI merekomendasikan agar sertifikasi SVLK hanya diberlakukan bagi pedagang-pedagang kayu besar, bukan industri mebel sebagai pengguna akhir.

"Saat mengekspor, banyak negara yang tidak meminta sertifikat SVLK. Bahkan beberapa di antaranya mengancam untuk membeli di negara lain, seperti Thailand dan Filipina, jika SVLK dinilai menghambat ekspor," kata Soenoto.

Untuk itu, lanjut Soenoto, AMKRI meminta agar pemerintah menunda satu tahun pemberlakuannya dari 2015 menjadi 2016, untuk mengkaji siapa yang terkena pemberlakuan tersebut.

Pewarta: Sella Panduarsa Gareta
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2014