Jakarta (ANTARA News) - Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo mengatakan akan memberi bantuan hukum kepada dirjen maupun stafnya yang terlibat dugaan kasus korupsi dalam proyek Kartu Tanda Penduduk Elektronik (e-KTP) yang saat ini ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

"Saya sudah berkoordinasi dengan Biro Hukum dan Sekjen. Kami akan menyiapkan tim pembela untuk mendampingi mereka, baik yang sudah ditetapkan sebagai tersangka maupun yang sedang dimintai keterangan oleh penyidik," kata Tjahjo kepada ANTARA News di Gedung Kemendagri Jakarta, Kamis.

Dia menjelaskan alasan penyediaan bantuan hukum bagi pihak-pihak yang terlibat dalam dugaan kasus korupsi bernilai Rp5,9 triliun tersebut didasarkan pada asas praduga tak bersalah.

Sehingga, sepanjang dirjen dan staf yang terlibat tersebut belum mendapatkan putusan hukum tetap sebagai terdakwa, maka mereka berhak mendapatkan perlindungan hukum dari lembaga yang menaunginya.

"Selama belum ada keputusan hukum yang inkracht, kami juga harus menghargai asas praduga tak bersalah, kalau mau diproses KPK ya silakan saja. Saya kira wajar kalau ada staf yang punya masalah hukum harus dibela terlebih dahulu," jelasnya.

Dalam kasus dugaan korupsi proyek e-KTP yang dimulai sejak 2011, KPK telah beberapa kali memeriksa dan memanggil Dirjen Kependudukan dan Pencatatan Sipil Irman, staf Ditjen Dukcapil, serta pihak-pihak terkait dari Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT).

KPK baru menetapkan satu orang tersangka yakni Direktur Pengelolaan Informasi Administrasi Sugiharto. Terakhir, KPK kembali menggeledah Kantor Ditjen Dukcapil di kawasan Kalibata, Jakarta Selatan, rumah Dirjen Irman dan rumah Sekretaris Dirjen Drajad Wisnu.

Drajat pernah beberapa kali diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi e-KTP di Kementerian Dalam Negeri dengan tersangka Direktur Pengelola Informasi Administrasi Kependudukan Ditjen Dukcapil Kemendagri, Sugiharto. Saat itu, jabatan Drajat adalah Kasubdit Identitas Penduduk Ditjen Dukcapil.

Sementara itu Sugiharto, yang juga menjabat sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Proyek e-KTP, diduga melakukan perbuatan melawan hukum dan atau penyalahgunaan wewenang yang mengakibatkan kerugian negara terkait pengadaan proyek tersebut. Menurut perhitungan sementara KPK, dugaan nilai kerugian negara dalam kasus ini sekitar Rp 1,12 triliun.

Dia dijerat dengan Pasal 2 ayat 1 subsider Pasal 3 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP. Juru bicara KPK Johan Budi menyebutkan, nilai proyek pengadaan e-KTP 2011-2012 ini mencapai Rp 6 triliun. Konsorsium Perum Percetakan Negara RI merupakan pemenang tender proyek e-KTP yang nilainya Rp 6 triliun tersebut.

Pewarta: Fransiska Ninditya
Editor: Desy Saputra
Copyright © ANTARA 2014