Jakarta (ANTARA News) - Mantan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Jero Wacik mengaku bahwa mantan Ketua Komisi VII dari Fraksi Partai Demokrat Sutan Bhatoegana tidak meminta Tunjangan Hari Raya (THR) dari dirinya.

"Ada pertanyaan juga, apakah pernah Pak Sutan atau pimpinan komisi VII lain plus anggota komisi 7 minta THR kepada saya. Saya jawab tidak pernah. Jadi saya confirm tidak pernah ada permintaan THR kepada saya," kata Jero Wacik seusai diperiksa selama sekitar sembilan jam di gedung KPK Jakarta, Kamis.

Jero diperiksa sebagai saksi dalam penyidikan kasus dugaan tindak pidana korupsi terkait dengan pembahasan APBN-P tahun 2013 Kementerian ESDM untuk tersangka mantan Ketua Komisi VII Sutan Bhatoegana.

"Urusan Komisi VII itu waktu saya masih jadi menteri ESDM. Di pertengahan itu ada perubahan ketuanya pak Sutan Bhatoegana. Kemudian ada wakil ketua 3 dan anggotanya 51 orang. Nah tadi yang dipertanyakan kepada saya, Pernahkan membahas THR dengan Komisi VII? Saya katakan tidak pernah ada pembahasan thr, karena memang tidak ada anggaran THR," ungkap Jero.

Padahal mantan Kepala Biro Keuangan Kementerian ESDM Didi Dwi Sutrisnohadi di Pengadilan Tipikor pada 25 Februari 2014 menyatakan pernah diminta mantan Sekjen Kementerian ESDM Waryono Karno untuk menyiapkan sejumlah dana untuk diberikan ke Komisi VII DPR.

Didi mengaku pada 28 Mei 2013, menjelang rapat dengan Komisi VII, Waryono memintanya menelepon Hardino, tenaga ahli SKK Migas untuk menanyakan uang yang diminta Waryono dan tak lama, Hardiono datang membawa uang yang setelah dihitung seluruhnya berjumlah 140 ribu dolar AS dengan rincian empat pimpinan Komisi VII mendapat 7.500 dolar AS, 43 orang anggota Komisi VII mendapat sekitar 2.500 dolar AS dan pihak sekretariat mendapat 2.500 dolar AS.

"Tidak, saya tidak tahu apa-apa," kata Jero saat ditanya mengenai pengakuan Didi tersebut.

Jero juga mengaku hanya diperiksa kaitannya dengan Sutan Bhatoegana.

"Hanya Pak Sutan, karena kan saya hanya untuk Pak Sutan," tambah Jero.


Tidak diperas

Mantan Sekretaris Majelis Tinggi Partai Demokrat itu juga menjelaskan tidak pernah diperas Sutan.

"Tidak pernah (diperas), saya bersahabat dan berteman tapi urusan negara ya urusan negara," tegas Jero.

Sutan diduga melanggar melanggar pasal 12 huruf a atau b atau pasal 11 dan pasal 12 B Undang-Undang No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Pasal tersebut mengatur tentang pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya, dengan ancaman pidana paling lama 20 tahun penjara dan denda maksimal Rp1 miliar.

Kasus ini merupakan pengembangan dari kasus yang menjerat mantan Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Rudi Rubiandini yang telah divonis 7 tahun penjara.

Dalam sidang Rudi Rubiandini terungkap bahwa Rudi memberikan uang 200 ribu dolar AS melalui anggota Komisi VII Tri Julianto di toko buah di Jalan MT Haryono, uang itu menurut Rudi sebagai uang Tunjangan Hari Raya untuk anggota Komisi VII.

Padahal mantan Kepala Biro Keuangan Kementerian ESDM Didi Dwi Sutrisnohadi mengaku memberikan tas berisi amplop-amplop uang total 140 ribu dolar AS yang ditujukan untuk pimpinan, anggota dan Sekretariat Komisi VII kepada staf khusus Sutan, Irianto. Irianto bahkan menandatangani tanda terima uang tersebut.

Namun baik Sutan maupun Tri Julianto membantah pengakuan Rudi tersebut. Sutan saat menjadi saksi pada 26 Februari 2014 mengakui bahwa pernah memiliki staf ahli bernama Irianto tapi dokumen yang dibawa Irianto dari Kementerian ESDM diberikan ke stafnya yang lain yaitu Iqbal, sayangnya Iqbal mengalami kecelakaan.

Sutan Bhatoegana juga disebut meminta salah satu perusahaan yaitu PT.Timas Suplindo dikawal untuk memenangkan dalam tender di SKK Migas dalam pengadaan konstruksi offshore di Chevron. Sutan tercatat pernah menjadi wakil direktur perusahaan tersebut pada 2003-2004.

Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Desy Saputra
Copyright © ANTARA 2014