Kebutuhan yang lebih penting dan mendesak, agar negara bisa mengelola wilayah perbatasan secara efektif. Salah satu aspeknya adalah pembangunan di bidang komunikasi dan informasi,"
Surabaya (ANTARA News) - Komisi I Bidang Pertahanan, intelijen, Luar Negeri dan Komunikasi-Informatika DPR RI Mahfudz Siddiq meminta Lembaga Penyiaran Publik (LPP) Radio Republik Indonesia (RRI) membuka stasiun baru di wilayah perbatasan.

Ketua Komisi I DPR RI Mahfudz Siddiq mengatakan pemerintah dalam misinya kini ingin menjadikan Indonesia sebagai negara maritim dan poros maritim dunia.

"Kebutuhan yang lebih penting dan mendesak, agar negara bisa mengelola wilayah perbatasan secara efektif. Salah satu aspeknya adalah pembangunan di bidang komunikasi dan informasi," katanya saat menjadi pembicara dalam Rapat Kerja Akhir Tahun Lembaga Penyiaran Publik RRI di Surabaya, Kamis.

Menurut dia, sebagai Lembaga Penyiaran Publik, RRI dan TVRI harus masuk sebagai pendukung dari pemerintah. Selama ini, Mahfud mengakui dukungan pemerintah terhadap LPP RRI cukup bagus. Dalam anggaran terdapat peningkatan dari tahun ke tahun.

"Pada tahun 2010 anggaran RRI Rp600 miliar, sekarang (tahun 2014) hampir Rp900 miliar. Saya pernah katakan minimal LPP dapat dukungan dana Rp1 triliun," katanya.

Namun demikian, katanya, selain anggaran, dukungan yang diperlukan lembaga Penyiaran publik juga dari sisi legislasi. Menurut dia, banyak negara yang mengukuhkan posisi lembaga penyiaran publiknya dengan membentuk undang-undang sendiri.

"DPR juga sudah menginisiasi UU Radio Televisi Republik Indonesia (RTRI), namun belum selesai. DPR sekarang saya harap bisa bekerja sama sehingga LPP mempunyai undang-undang sendiri," katanya.

Mahfudz mengharapkan nantinya eksistensi LPP atau RTRI benar-benar diakui negara. Artinya, bukan sekedar salah satu jenis lembaga yang diatur dalam undang-undang penyiaran.

Kemudian, ada sejumlah pengaturan khusus (Lex spesialis) bagi RRI yang mengikat semua stakeholder dalam pemerintahan, salah satunya dalam hal anggaran komunikasi publik pemerintah.

"Anggaran komunikasi publik pemerintah keseluruhan sebesar Rp6 triliun, kalau ada undang-undang yang mengikat bahwa sekian persen harus dibelanjakan ke LPP akan mendorong kemajuan lembaga ini. Tapi sayangnya belum jalan," katanya.

Sejalan dengan dukungan anggaran, LPP RRI juga telah menunjukkan kemajuannnya. Terbukti, di era konvergensi media, RRI mampu melakukan inovasi. Saat ini RRI bisa didengar dan dilihat gambarnya melalui smartphone.

"Penilaian kami RRI mengikuti perkembangan teknologi, dan mampu menyesuaikan diri dengan gaya hidup masyarakat. Itu memudahkan segmen anak muda perkotaan dekat RRI. Dan itu penting," katanya.

Mahfudz mengatakan, jangan membandingkan RRI dengan lembaga penyiaran swasta karena indikator capaiannya berbeda. Tetapi ia yakin, dengan pembenahan yang dilakukan, lambat laun masyarakat akan senang dengan output RRI.

Direktur utama RRI Rosarita Niken Widiastuti mengaku dalam memajukan RRI, pihaknya terus melakukan terobosan. Dalam bidang program dan produksi, guna mendukung program pemerintah menjadikan Indonesia sebagai poros maritim dunia, dalam tiga tahun terakhir sebenarnya telah dilakukan program laut biru.

Program tersebut bukan saja mengupas masalah nelayan, kelautan, namun juga infrastruktur. "Untuk meningkatkan peran di bidang program kemaritiman, RRI bekerja sama dengan Kementerian Perikanan dan Kelautan, TNI AL dan berbagai pihak terkait lainnya," katanya.

Niken mengungkapkan, untuk menjaga wilayah perbatasan, RRI terus berinteraksi dengan masyarakat di perbatasan. "Di wilayah terpencil kita terus berinteraksi untuk membuka isolasi dan memberi keadilan informasi bagi masyarakat wilayah perbatasan," katanya.

Pewarta: Abdul Hakim
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2014