Jakarta (ANTARA News) - Menteri Keuangan (Menkeu) Bambang Soemantri Brodjonegoro mengatakan, reformasi struktural pada sektor riil dapat mengurangi ketergantungan terhadap ekspor nasional yang saat ini terpengaruh oleh ketidakpastian perekonomian global.

"Secara umum, reformasi struktural sektor riil dilakukan untuk mengurangi ketergantungan ekspor komoditas perkebunan dan pertambangan, yang saat ini rentan terhadap gejolak ekonomi dunia," ujarnya di Jakarta, Jumat.

Bambang mengemukakan, kinerja ekspor yang relatif melemah menyebabkan perekonomian nasional ikut mengalami perlambatan, karena negara tujuan ekspor sedang mengalami penurunan pertumbuhan ekonomi sehingga permintaan menjadi berkurang.

"Hanya ekonomi AS yang tumbuhnya di atas ekspektasi masyarakat dunia. Tiongkok lagi slowdown. Jepang bahkan resesi, padahal mereka negara tujuan ekspor, karena permintaan terganggu dan komoditas harganya rendah, maka ekspor tidak bisa menunjang pertumbuhan," ujarnya.

Untuk itu, menurut dia, perlemahan pertumbuhan ekonomi nasional yang tahun ini diperkirakan hanya mencapai 5,0 persen hingga 5,1 persen, dan dapat diatasi apabila ada pembenahan dalam sektor riil, terutama bagi industri manufaktur nasional.

"Kontribusi manufaktur meningkat bisa untuk mengurangi komoditas ekspor. Apalagi, sektor manufaktur sebelum krisis pada 1998 pernah menyumbang 30 persen dari PDB nasional. Sekarang hanya sekitar 22 persen hingga 23 persen," katanya.

Bambang menyatakan, pemerintah bisa memberikan dukungan fiskal bagi dunia usaha yang ikut berperan dalam reformasi struktural sektor riil, apalagi pembenahan tersebut secara tidak langsung dapat mendorong produktivitas ekonomi.

"Sektor manufaktur, apabila diarahkan pada sumber daya alam, pertanian atau pertambangan, dan sumber bahan baku dapat mendorong produktivitas. Kita akan mendorong ini untuk lima tahun mendatang," katanya.

Selain itu, ia menilai, penerimaan perpajakan akan dimanfaatkan untuk mendukung perekonomian nasional, salah satunya untuk industri manufaktur bagi sektor maritim dan pembangunan energi listrik, sesuai dengan visi dan misi Presiden Joko Widodo (Jokowi).

"Dengan kebijakan yang ada, kita dorong manufaktur yang bisa mendorong visi misi Presiden, misalnya maritim untuk memperbanyak industri kapal dan galangan kapal, serta percepatan pembangkit listrik," ujarnya.

Ia menambahkan, "Kita harus berpikir gradual, ini harus mulai dibuat di Indonesia untuk substitusi impornya, tapi harus terencana agar bisa bersaing kompetitif."

Pewarta: Satyagraha
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2014