Pengalihan subsidi BBM harus untuk mengembangkan energi terbarukan. Selama ini, subsidi besar-besaran diberikan untuk bahan bakar fosil baik dalam bentuk subsidi produsen maupun konsumen."
Jakarta (ANTARA News) - Greenpeace Indonesia mengingatkan kepada Presiden Joko Widodo agar mencanangkan pengalihan subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) untuk pengembangan energi terbarukan.

"Pengalihan subsidi BBM harus untuk mengembangkan energi terbarukan. Selama ini, subsidi besar-besaran diberikan untuk bahan bakar fosil baik dalam bentuk subsidi produsen maupun konsumen," kata Juru kampanye Iklim dan Energi Greenpeace Indonesia Arif Fiyanto saat dihubungi ANTARA News dari Jakarta, Jumat (21/11).

Menurut Arif, selama ini tidak ada keberpihakan dari pemerintah, baik itu dari segi regulasi maupun solusi.

"Maka energi terbarukan akan terus dianggap mahal karena tidak diberi ruang untuk bersaing. Ketika energi fosil dapat subsidi, energi terbarukan tidak," ujarnya.

Arif berpendapat, bahwa sejak Presiden Jokowi mengumumkan kenaikan harga BBM bersubsidi, tidak ada kejelasan atau transparansi pengalihan subsidi akan dialihkan kemana serta tidak jelas apakah juga diarahkan untuk energi terbarukan atau tidak.

"Kami sepakat kalau ada pengalihan subsidi dari bahan bakar fosil ke energi terbarukan tetapi sampai hari ini tidak jelas apakah juga diarahkan untuk energi terbarukan atau tidak," katanya.

Ia justru meragukan komitmen Jokowi dan Jusuf Kalla yang dalam kampanye mereka membangun ketahanan energi di Indonesia sebagai prioritas.

"Kami justru melihat bahwa Jokowi-JK masih menggunakan paradigma lama dalam kebijakan energi," tegas Arif.

Arif mencontohkan saat Presiden Jokowi ke Tiongkok misalnya, Presiden Jokowi justru mengundang negara-negara asing untuk berinvestasi di Indonesia termasuk untuk pembangkit listrik. Presiden Jokowi secara jelas menyebutkan bahwa yang menjadi hambataan mereka akan ia selesaikan seperti pembebasan lahan. Ini paradigma yang keliru.

"Ini tidak boeh dilanjutkan Jokowi. Kita tidak boleh bertumpu pada bahan bakar fosil. Sebagai contoh PLTU dari Tiongkok di Cilacap itu mengakibatkan dampak lingkungan yang parah kepada masyarakat. Ini keliru sekali jika masih bertumpu pada bahan bakar fosil, maka masalah energi kita tidak akan terselesaikan," jelas Arif.

"Jadi, belum sama sekali menjawab masalah ketahanan energi kita. Dan akan terus berulang kalau tidak ada langkah baru," tambahnya.

Pewarta: Monalisa
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2014