Jakarta (ANTARA News) - Direktur Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Enny Sri Hartati memperkirakan laju inflasi tahunan 2015 akan berada pada kisaran 5-6 persen atau lebih tinggi dari asumsi pemerintah dalam APBN yang ditetapkan 4,4 persen.

"Dampak kenaikan harga BBM masih terasa hingga triwulan satu tahun depan, terutama karena adanya penyesuaian harga di barang industri," katanya dalam pemaparan Proyeksi Ekonomi Indonesia 2015 di Jakarta, Kamis.

Enny mengatakan inflasi tersebut juga diakibatkan karena adanya rencana kenaikan tarif dasar listrik, gangguan pada musim hujan yang bisa mengancam produksi serta distribusi bahan komoditas pangan serta faktor musiman seperti hari raya Lebaran, Natal dan Tahun Baru.

"Problem inflasi bukan pada demand tapi suplai pasokan bahan kebutuhan pokok. Kalau pemerintah punya buffer shock, ini bisa menjadi instrumen pengendalian harga, apalagi cuaca masih menjadi ancaman besar," katanya.

Sementara, terkait nilai tukar, Indef memprediksi akan berada pada kisaran Rp11.850-Rp12.250 per dolar AS, atau tidak jauh dari asumsi pemerintah dalam APBN 2015 sebesar Rp11.900 per dolar AS, sebagai antisipasi kenaikan suku bunga The Fed.

Untuk tingkat pengangguran terbuka, Indef memperkirakan akan berada pada tingkat 6,0 persen, karena meskipun dari tahun ke tahun mengalami penurunan namun tidak sepadan dengan capaian pertumbuhan ekonomi.

Sedangkan, tingkat kemiskinan pada 2015 diperkirakan mencapai 11,5 persen, karena walaupun pemerintah telah memberikan bantuan kompensasi kenaikan harga BBM melalui "tiga kartu sakti", namun angka kemiskinan masih sedikit meningkat.

"Untuk pengangguran dan kemiskinan kita pesimis, karena meskipun telah diberikan kompensasi tapi masalah penurunan daya beli tidak selesai dengan kartu sakti ini. Kita bisa optimistis apabila ada konsolidasi fiskal dengan adanya stimulus ke sektor produktif di APBN-Perubahan," kata Enny.

Pewarta: Satyagraha
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2014