Jakarta (ANTARA News) - Hajriyanto Y Thohari menyatakan mundur dari jabatannya sebagai Ketua DPP Partai Golkar dan secara resmi menolak menjadi Anggota Presidium Penyelamat Partai.

"Saya akan segera mengirimkan surat pengunduran diri tersebut kepada DPP Partai Golkar," kata Hajriyanto dalam pesan Blackberry yang diterima Antara di Jakarta, Kamis.

Dia menjelaskan alasan dirinya mundur, pertama dirinya merasakan suasana di internal Golkar tidak kondusif lagi untuk berkhidmat.

Menurut dia, dirinya sadar diri dan merasakan ironi karena meskipun menjadi Ketua DPP tidak mampu berperan banyak dan signifikan untuk memberikan sumbangan bagi terwujudnya demokratisasi dan keterbukaan dalam tubuh Golkar.

"Rasa bersalah itu mendorong saya untuk mundur dari DPP Partai Golkar," ujarnya.

Alasan kedua menurut dia, pada saat yang sama dirinya juga tidak bisa menerima keanggotaan dalam Presidium Penyelamat Partai. Hal itu ujar Hajriyanto dirinya tidak terlibat langsung dalam pembicaraan untuk pembentukan presidium tersebut.

"Saya justru mengimbau kepada Ketua Umum DPP Partai Golkar dan Presidium Penyelamat Partai Golkar untuk saling melakukan komunikasi politik dan dialog dari hati ke hati untuk mencapai kompromi dan konsensus politik," katanya.

Dia berkeyakinan kompromi dan konsensus politik mestinya dapat tercapai dan hal itu tidak berat dilakukan, baik oleh kubu Aburizal ataupun Kubu Presidium. Menurut dia hal atau materi yang dipersengketakan dan hendak dikompromikan itu pernah jadi pendirian politik mereka sebelumnya.

"Misalnya, soal Munas IX dilaksanakan Januari 2015, itu kan dulu pendirian Pak ARB juga berdasarkan rekomendasi Munas VIII 2009," ujarnya.

Sementara itu menurut dia, mereka yang ada di Presidium pernah juga menuntut Munas IX dipercepat yang harus dilaksanakan Oktober 2014, bahkan tuntutannya sebelum pembentukan Kabinet Baru Presiden Jokowi-JK pada sekitar 20 Oktober 2014.

Hal itu juga Hajriyanto, mereka yang tergabung dalam Presidium Penyelamat Partai Golkar juga pernah menyuarakan percepatan munas.

"Maka baiknya kompromi saja, cari konsensus terutama soal materi yang satunya lagi yang dipersengketakan adalah cuma soal kepanitiaan Munas IX," katanya.

Dia menilai jika suasana yang tidak kondusif menjelang Munas IX diteruskan maka perpecahan ini akan bisa semakin dalam dan besar. Menurut dia sekarang ini belum pecah "beneran", maka sebaiknya dilakukan langkah-langkah kompromi menuju konsensus.

Pewarta: Imam Budilaksono
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2014