"J...K...T... Forty Eight!" teriak para penonton yang kebanyakan pria serentak sambil menggoyang-goyangkan lightstick warna-warni membentuk lautan cahaya saat belasan remaja putri berkostum seragam dalam grup JK48 satu per satu berbaris di panggung.

Grup idola itu merupakan sister group dari AKB48, kelompok idola di Jepang yang menjadi fenomena di Negeri Sakura.

JKT48 hanya satu dari sekian banyak budaya populer Jepang kini menjadi hal yang tidak asing lagi di Indonesia.

Contoh lainnya adalah komik. Tengok saja bagian komik di toko-toko buku di Indonesia, buku-buku karangan komikus Jepang yang telah diterjemahkan ke bahasa Indonesia mendominasi.

Detektif Conan, Naruto, atau One Piece bukanlah judul yang asing bagi pencinta manga (komik Jepang) di Tanah Air.

Bagaimana dengan televisi? Serial kartun seperti Doraemon ditayangkan di layar kaca Indonesia selama bertahun-tahun.

Dan sebelum drama Korea Selatan meraih popularitas di Indonesia, drama asal Jepang sudah terlebih dahulu muncul di televisi nasional. Sebut saja "Oshin", "Tokyo Love Story", "Long Vacation", "Beach Boys" dan "One Little of Tears".

Musik Jepang pun punya tempat tersendiri di hati penggemar Indonesia.

Band rock Larc~en~Ciel atau sering disebut Laruku menyambangi Indonesia pada Mei 2012 dalam rangkaian tur peringatan 20 tahun berdirinya grup yang dikenal lewat lagu "Ready Steady Go".

Saat itu sepuluh ribu penonton memadati lapangan D Senayan Jakarta untuk menyaksikan aksi perdana Tetsuya (bass), Hyde (vokal), Yukihiro (drum) dan Ken (gitar) di Jakarta.

Begitu pun dengan kuliner. Restoran-restoran Jepang sudah menjamur dan dapat ditemui di berbagai pusat perbelanjaan terkemuka. Mereka menyajikan beragam menu seperti sushi, takoyaki, ramen atau udon.

Karakter fiksi Negeri Sakura juga bersaing dalam meraih cinta masyarakat Indonesia bersama-sama dengan tokoh rekaan dari negara lain seperti Amerika Serikat.

Sebut saja Hello Kitty yang gambarnya terpampang di banyak tempat, mulai dari peralatan sekolah, pernak-pernik anak perempuan seperti jepit rambut atau pakaian.

Duta Besar Jepang untuk Indonesia Yasuaki Tanizaki mengaku bangga kebudayaan negaranya diminati di Tanah Air.

Tanizaki mengatakan ingin budaya negaranya makin dikenal masyarakat Indonesia.

"Misalnya melalui televisi, kami punya banyak program televisi bagus yang semoga bisa ditayangkan di saluran televisi Indonesia agar masyarakat bisa menontonnya," kata Tanizaki.


Diplomasi Budaya

Menurut Dosen Program Studi Jepang Universitas Indonesia Mossadeq Bahri, Jepang mengatakan promosi kebudayaan Jepang telah berlangsung sejak lama.

Mossadeq mencontohkan Jepang telah memperkenalkan alat musik taiko (gendang) dan samisen (sejenis gitar) sejak tahun 1800an dalam pameran kebudayaan di London.

Pemerintah juga berperan penting dalam menyukseskan penyebaran budaya yang termasuk dalam soft power.

"Negara Jepang juga maju untuk membantu distribusi unit usaha ke luar negeri karena ujung-ujungnya buat mereka (negara)," ujar Mossadeq.

Pemerintah Jepang melalui Kementerian Ekonomi Perdagangan dan Industri (METI) sedang gencar mempromosikan dan mengenalkan budaya dan industri kreatif melalui program Cool Japan yang diluncurkan tahun 2002.

Salah satu bentuk dukungan pemerintah Jepang adalah menfasilitasi perusahaan industri kreatif untuk promosi di Indonesia melalui ajang tahunan seperti Anime Festival Asia Indonesia yang berlangsung sejak 2012.

Upaya pengenalan budaya tersebut didukung modal soft power yang dimiliki Negeri Matahari Terbit itu.

"Jepang adalah negara kuat yang punya hard power, makanya mereka punya soft power," kata pengajar Diplomasi Jepang itu.

Dalam hard power, sebuah negara dapat memuluskan keinginannya dengan tindakan penuh kekerasan seperti senjata.

Sebaliknya, pendekatan soft power berlangsung mulus melalui cara-cara yang tidak menakutkan, seperti budaya.

Mossadeq mengatakan soft power berfungsi untuk melanggengkan kepentingan nasional sebuah negara di tempat lain. Dalam kasus Jepang dan Indonesia, alasannya adalah faktor ekonomi.

"Jepang berinvestasi besar di Indonesia," ujar dia.

Setelah kebudayaan Jepang, termasuk budaya populer, diterima dengan tangan terbuka di Indonesia, upaya untuk menjadikan masyarakat Indonesia sebagai pasar yang menjanjikan juga diharap semakin mulus.

"Kita ini pasar untuk Jepang dengan jumlah penduduk yang sangat besar," ujar dia, menyebut sektor otomotif sebagai salah satu contoh.

Indonesia memang pasar yang menggiurkan bagi pengusaha Jepang seperti President dan CEO Kadokawa Contents Academy Tetsuya Koga, yang berniat membangun sekolah animator di Jakarta pada 2015.

Pertumbuhan penduduk yang terus meningkat di Indonesia, terutama di kota-kota besar, menjadi salah satu alasan mengapa negara ini menjadi tempat tujuan Jepang untuk berbisnis.

Menurut data yang dikemukakan Koga, pada 2011 Indonesia menduduki posisi kelima dari daftar negara yang diincar Jepang sebagai tempat mengembangkan bisnis.

"Namun hasil dari Nikkei Shimbun tahun ini mengungkapkan bahwa Indonesia menempati posisi pertama, mendorong Republik Rakyat Tiongkok turun ke posisi keempat," kata Koga dalam Seminar and Discussion about Creative and Content Industry di Pusat Studi Jepang Universitas Indonesia, Depok, pada akhir Oktober 2014.


Jangan Hanya Jadi Pasar

Mossadeq berpendapat masyarakat Indonesia mudah menyerap kebudayaan asing karena tidak memiliki kebudayaan nasional dan menegaskan bahwa kebudayaan daerah berbeda dengan kebudayaan nasional.

Menurut Mossadeq, budaya nasional adalah hal yang dianggap bisa mewakili negara dan dipahami oleh rakyatnya, misalnya makanan yang terdapat di seluruh daerah di Indonesia atau bahasa yang dipahami oleh semua orang Indonesia.

"Perlu ada dialog bersama untuk menentukan budaya nasional mana yang harus kita angkat," kata dia.

Bila masyarakat Indonesia dibiarkan tidak memiliki identitas budaya nasional, dikhawatirkan negeri ini hanya akan menjadi pasar bagi negara lain.

"Jika tidak dibenahi, hanya akan jadi babu untuk kepentingan negara lain," tandasnya.

Oleh Nanien Yuniar
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2014