Jakarta (ANTARA News) - Direktur Eksekutif MAARIF Institute, Fajar Riza Ul Haq, mengatakan aksi Front Pembela Islam (FPI) yang belakangan memunculkan Gubernur DKI tandingan serta menolak pelantikan Basuki Tjahaya Purnama (Ahok) sebagai orang nomor satu DKI justru memperuncing isu SARA.

"Sebagai ekspresi kebebasan berpendapat sah-sah saja tindakan FPI itu. Namun saya tidak melihat alasan kuat yang dapat membenarkannya kecuali semata-mata alasan politik dan kebencian sektarianisme," kata Fajar di Jakarta, Senin.

Sebelumnya pada Senin siang, FPI mendeklarasikan Gubernur DKI Tandingan di depan Balaikota.

Menurut dia, aksi sektarian FPI itu justru merusak tata demokrasi Indonesia. Alasannya, aksi mereka merupakan bentuk provokasi dalam mengingkari aturan main yang sudah disepakati.

Salah satu kader Muhammadiyah ini mengatakan, aksi FPI itu malah mencerminkan kesempitan cara pandang berwarga negara. Alasannya, pelantikan Ahok sebagai Gubernur DKI oleh Presiden Joko Widodo beberapa waktu lalu jelas-jelas sudah sesuai prosedur.

Terlebih, masih kata Fajar, Ahok terpilih secara demokratis sebagai Wakil Gubernur DKI mendampingi Jokowi pada Pilkada 2012 lalu.

Aksi FPI itu dinilainya mengeraskan sentimen-sentimen SARA yang membahayakan fondasi kebangsaan. (Baca: FPI berkeras tak terima Ahok pimpin Jakarta)

"Prinsip Bhineka Tunggal Ika mutlak dilembagakan dalam institusi kenegaraan, terutama dalam kepemimpinan selama sejalan dengan semangat Pancasila. Yang disesalkan juga adalah sikap beberapa pimpinan DPRD DKI yang telah dijadikan celah pembenaran oleh kelompok yang tidak setuju dengan Ahok," kata dia.

Menurut fajar, aksi FPI itu juga memperumit keadaan di tengah adanya dua kubu yang berselisih di DPR yang berimbas pada DPRD DKI.

"Konflik politik Koalisi Merah Putih (KMP) dan Koalisi Indonesia Hebat (KIH) di DPR telah dijadikan amunisi untuk mendelegitimasi Ahok di DKI Jakarta. DPRD DKI harus mementingkan keberlangsungan pembangunan Jakarta dan mengawasi kinerja Ahok daripada larut dalam intrik-intrik politik yang justru mendegradasikan kualitas demokrasi kita", kata Fajar.



Pewarta: Anom Prihantoro
Editor: Ella Syafputri
Copyright © ANTARA 2014