Ankara (ANTARA News) - Turki dan Rusia sepakat untuk bekerja sama memerangi kelompok garis keras Negara Islam (Islamic State of Iraq and Syria/ISIS) di Suriah kendati berbeda pandangan tentang konflik di negara itu.

"Kami memiliki sikap yang sama (dengan Rusia) menyangkut organisasi garis keras DAISH di sana," kata Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan mengacu pada ISIS dalam jumpa wartawan dengan sejawatnya dari Rusia Vladimir Putin dalam jumpa wartawan bersama, Senin (1/12).

"Tidak ada masalah tentang isu terorisme. Kami kadang-kadang melihat betapa menderitanya Rusia akibat terorisme dan kita tahu bahwa tidak ada pemahaman semacam 'terorismu' dan 'teroris saya'," katanya seperti dilansir kantor berita AFP.

Putin mengatakan hal yang sama: "Kita tidak menginginkan kekacauan di Suriah, atau memperkuat kelompok-kelompok teror."

Turki membantah keras klaim-klaim pihaknya mendukung ISIS, yang telah menguasai daerah-daerah luas di Irak dan Suriah sampai ke perbatasan Turki.

Pernyataan-pernyataan Erdogan itu disampaikan sehari setelah Paus Fransiskus mengatakan ia telah mengemukakan kepada Presiden itu dalam satu pertemuan pekan lalu bahwa "akan indah jika semua pemimpin Muslim dunia...berbicara dengan tegas dan mengutuk" teror yang dilakukan atas nama Islam.

Turki dan Rusia berdiri di sisi terpisah soal krisis di Suriah, dengan Ankara menjadi salah satu pengecam keras Presiden Bahar al-Assad.

Tapi Moskow tetap menjadi sekutu Bashar, secara rutin menghambat resolusi-resolusi terhadap pemerintahnya di Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa.

"Kami sepakat dengan Presiden Putin bahwa satu solusi dibutuhkan (mengenai Suriah) tetapi masalahnya bagaimana," kata Erdogan. "Tidak mungkin mencapai satu solusi dengan Bashar."

Putin mengatakan pertanyaan itu harus dijawab oleh rakyat Suriah sendiri, dan menambahkan Bashar menerima dukungan besar dalam pemilihan presiden Juni.

"Tetapi kami tidak menganggap situasi di sana normal dan kami sedang berusaha untuk membuat hasil memuaskan dalam konsultasi dengan semua pihak yang terlibat."

Tetapi Erdogan dengan cepat mengecam pikiran bahwa Bashar memiliki legitimasi sah dari rakyat.

"Para penguasa kudeta berkuasa di dunia dengan meraih persentase tinggi suara. Ada satu usaha untuk melegitimasi seseorang yang berkuasa (di Suriah) melalui cara-cara anti-demokratik," katanya.(Uu.H-RN)

Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2014