Jakarta (ANTARA News) - Komisi Pemberantasan Korupsi menduga Bupati Bangkalan Makmun Ibnu Fuad menjadi perantara penerima suap untuk ayahnya, Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Bangkalan Fuad Amin Imron yang sudah ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan penerimaan suap terkait dengan jual beli gas alam untuk pembangkit listrik di Gresik dan Gilir Timur, Bangkalan Madura.

"Anaknya bagian dari yang menerima untuk diserahkan ke bapaknya, (dia) mata rantai," kata Wakil Ketua KPK Adnan Pandu Praja di gedung KPK Jakarta, Rabu.

Fuad ditangkap pada Selasa (2/12) dini hari di rumahnya Bangkalan. Sebelumnya, dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT), KPK mengamankan Direktur PT Media Karya Sentosa (MKS) Antonio Bambang Djatmiko dan perantara penerima suap yaitu Rauf di gedung AKA Jalan Bangka Raya No 2 Pela Mampang, Mampang Prapatan, Jakarta pada Senin (1/12) siang.

Selanjutnya KPK juga mengamankan Kopral Satu TNI AL Darmono selaku perantara pemberi di gedung Energy Building di Sudirman Central Bussiness District (SCBD) Lot 11 A Jalan Jenderal Sudirman Kavling 52-43 Jakarta Selatan.

Adnan Pandu memastikan anak Fuad akan dipanggil.

"Pada saatnya akan diperiksa, karena mata rantai," tegas Adnan.

Sehingga menurut Adnan, Makmun Ibnu Fuad juga diduga pernah menerima uang.

"Diindikasikan begitu, terkait (pemberian) ini," tambah Adnan.

Meski diketahui perjanjian antara Fuad Amin dan PT MKS sudah ditandatangani sejak 2007, namun Adnan tidak dapat memastikan setoran rutin PT MKS kepada Fuad.

"Tidak tahu, tapi agreement-nya sejak 2007, berarti sudah lama ya," ungkap Adnan.

KPK juga masih mencari uang yang diterima oleh Fuad Amin setelah menemukan uang Rp700 juta sebagai barang bukti dari OTT ditambah sekitar Rp4 miliar yang ditemukan di sekitar rumah Fuad.

KPK menetapkan Fuad sebagai tersangka penerima suap berdasarkan pasal 12 huruf a, pasal 12 huruf b, pasal 5 ayat 2 atau pasal 11 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 KUHP.

Pasal tersebut mengatur mengenai pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji padahal patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk melakukan atau tidak melakukan terkait jabatannya.

Bila terbukti melanggar pasal tersebut dapat dipidana penjara seumur hidup atau penjara 4--20 tahun kurungan ditambah denda minimal Rp200 juta dan maksimal Rp1 miliar.

Tersangka lain adalah Antonio Bambang Djatmiko dan Rauf sebagai pemberi dan perantara yang dikenakan dugaan pasal 5 ayat 1 huruf a, serta pasal 5 ayat 1 huruf b serta pasal 13 UU Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 KUHP.

Pasal tersebut tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi mengenai orang yang memberikan hadiah atau janji kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara terkait dengan jabatan penyelenggara negara tersebut dengan ancaman penjara maksimal 5 tahun.


Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Ella Syafputri
Copyright © ANTARA 2014