Jakarta (ANTARA News) - Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Menristek Dikti) Muhammad Nasir mengupayakan peningkatan dana riset dari 0,09 persen menjadi 0,5 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) di periode 2015--2016 bersumber dari gabungan pemerintah dan swasta.

"Harapannya dana riset naik, tapi kalau (langsung) satu persen itu berat. Paling tidak dari 0,09 persen bisa ke 0,5 persen lah 2015--2016," kata M Nasir usai peluncuran buku saku Indikator Iptek Indonesia 2014 Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) di Gedung BPPT II, Jakarta, Rabu.

Saat ini, ia mengatakan porsi belanja penelitian dan pengembangan (litbang) pemerintah masih paling besar mencapai 74 persen, sedangkan pihak swasta hanya 26 persen. Kondisi ini membutuhkan kerja keras dari pemerintah untuk mendorong sektor swasta ikut berkontribusi memajukan iptek.

"Kalau melihat hasil yang disajikan LIPI tadi rasanya kita harus kerja keras, di mana alokasi dana pemerintah untuk penelitian yang besarnya 74 persen sementara di luar negeri 80 persen itu sudah kontribusi swasta," ujar dia.

Langkah yang diambil untuk mendorong peningkatan rasio penelitian dari sektor swasta, ia mengatakan akan segera menemui Menteri BUMN Rini Mariani Soemarno untuk mengupayakan penempatan dana Corporate Social Responsibility (CSR) BUMN dapat pula diarahkan untuk mendorong riset.

"Saya akan coba dorong sektor swasta baik melalui BUMN maupun BKPM (Badan Koordinasi Penanaman Modal--red), akan saya coba kumpulkan, diskusi dengan mereka untuk mendorong peningkatan alokasi anggaran maupun output yang hasilnya riset," lanjutnya.

Ia berharap dari dana CSR ada yang dimanfaatkan untuk riset tertentu yang memang manfaatnya dapat kembali menguntungkan pihak swasta. "Toh jika hasil riset tersebut bisa meningkatkan produktivitas perusahaan, angkatan kerja yang terserap akan besar. Kita tidak bisa berpikir hanya memberikan fresh money ke masyarakat tapi harus diarahkan ke produktivitas," ujar Nasir.

Untuk itu pula ia mengupayakan mengadakan pertemuan dengan sektor swasta dalam sebuah pertemuan bisnis dan ekspo yang rencananya digelar pada Januari 2015.

Sebelumnya Kepala LIPI Iskandar Zulkarnain dalam paparan buku saku Indikator Iptek Indonesia 2014 hasil dari survei dan penelitian Pusat Penelitian Perkembangan Iptek (Pappiptek) LIPI mengatakan kondisi iptek nasional dalam lima tahun terakhir bergerak melambat dan dapat dikatakan stagnan.

Indikasi tersebut dapat dilihat dari Peningkatan Rasio belanja litbang nasional (GERD) terhadap PDB di 2013 hanya 0,01 persen dari tahun sebelumnya. Saat ini GERD Indonesia 0,09 persen, dan angka tersebut kalah dengan GERD Malaysia yang mencapai satu persen (2012), Thailand 0,25 persen (2012), dan Singapura 2,1 persen.

Kepala Pappiptek LIPI Trina Fizzanty mengatakan berdasarkan data ekspor industri manufaktur Indonesia, kontribusi ekspor manufaktur terhadap total ekspor mengalami penurunan dari 63,2 persen di 2006 menjadi hanya 55,5 persen di 2011.

Angka tersebut, menurut dia, sangat kecil jika dibandingkan negara lain yang memiliki kontribusi ekspor manufaktur terhadap total ekspornya mencapai di atas 80 persen seperti Malaysia yang mencapai 81,18 persen, Singapura mencapai 89,76 persen, Korea Selatan mencapao 96,74 persen, dan Tiongkok mencapai 96,17 persen.

Dan khusus untuk manufaktur dengan intensitas teknologi tinggi dan menengah seperti industri farmasi, kendaraan bermotor, elektronik, Indonesia hanya memiliki kontribusi sebesar 28,92 persen terhadap total ekspor. Angka tersebut, ia mengatakan tentu jauh tertinggal dari Malaysia yang memiliki kontribusi sebesar 59,11 persen, Singapuran 68,99 persen, Tiongkok 58,96 persen, dan Korea 71,85 persen.

Pewarta: Virna P. Setyorini
Editor: Ella Syafputri
Copyright © ANTARA 2014