Jakarta (ANTARA News) - Secara global risiko jaringan payudara yang padat (dense breast tissue) belum dipahami secara luas di Indonesia, demikian Ani Raharjo, marketing leader GE Healthcare.

Penelitian oleh GE Healthcare, perusahaan teknologi alat kesehatan, menyebutkan bahwa hanya setengah dari responden mampu menyebutkan gejala yang paling umum dari kanker payudara.

"Hasil penelitian ini menyoroti kesempatan untuk meningkatkan kesadaran terhadap jaringan payudara menjadi lebih baik termasuk memberdayakan perempuan agar berperan aktif dalam menjaga kesehatan mereka," kata Ani dalam acara diskusi pemaparan hasil penelitian Value of Knowing GE Healthcare di Jakarta, Rabu.

Menurut Samantha Barbara, ketua Lovepink Indonesia, sebuah organisasi yang berupaya untuk meningkatkan kesadaran mengenai kanker payudara, kanker payudara bukanlah hukuman mati seperti anggapan lama, namun di Indonesia banyak sekali kasus yang ditemukan akibat keterlambatan diagnosis.

"Edukasi, deteksi dini, akses terhadap pengobatan serta dukungan emosional merupakan faktor utama penyakit ini," katanya.

Sebagai seorang survivor kanker, Barbara mengaku pada awalnya tidak ada tanda-tanda kanker payudara sama sekali.

"Secara kesehatan saya sangat sehat, jarang sakit, kondisi payudara saya pun baik-baik saja, tetapi waktu saya melakukan pemeriksaan momografi saya divonis kanker payudara stadium 2b," ujarnya.

"Saya rasa semua orang unik, tanda-tanda orang berbeda satu sama lain, untuk itu perlu dilakukan 'sadari' pemeriksaan payudara sendiri secara teratur ataupun momografi," lanjutnya.

Hal senda juga disampaikan oleh dokter Aru Sudoyo, chairman POI dan perwakilan yayasan kanker Indonesia yang menilai perlu adanya edukasi untuk masyarakat.

"Memeriksa payudara sendiri banyak saja tidak bisa, seakan malu memegang payudara, untuk perlu adanya pemberdayaan masyarakat dan edukasi untuk dokter-dokter," katanya.

"Harus bisa mendeteksi diri sendiri, jangan sampai dokter yang memeriksa, karena jika dokter sudah dapat mendeteksi berarti itu (kanker) sudah pada tahap yang mengkhawatirkan," tambahnya.

Pewarta: Arindra Meodia
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2014