... masih akan fluktuatif dan belum tercapai keseimbangan baru...
Jakarta (ANTARA News) - Direktur Eksekutif Reforminer Institute, Pri Rakhmanto, memperkirakan harga minyak dunia akan terus mengalami tren pelemahan hingga enam bulan ke depan.

"Enam bulan ke depan masih ada kecenderungan pelemahan. Menurut saya masih akan fluktuatif dan belum tercapai keseimbangan baru," katanya, di sela-sela Pertamina Energy Outlook 2015, di Jakarta, Rabu.

Menurut dia, kecenderungan pelemahan harga minyak dunia disebabkan pasokan minyak yang terlalu banyak akibat ketidaksukaan Arab Saudi atas pengembangan shale oil Amerika Serikat.

Sebagai negara penghasil minyak, Arab Saudi merasa tersaingi shale oil dan shale gas Amerika Serikat sehingga ia menggunakan strategi kuasai harga pasar.

"Tinggal bagaimana negara besar itu berinteraksi satu sama lain. Amerika Serikat tidak mungkin pengembangan shale itu mati. Yang pasti akan ada kompromi karena keduanya khan berhubungan," ujarnya.

Lebih lanjut, menurut dosen Universitas Trisakti itu, kecenderungan pelemahan harga minyak dunia itu, dipastikan akan memberi tekanan lebih kepada Indonesia.

"Kalau harga minyak tinggi, ada banyak opsi yang terbuka. Tapi kalau harga rendah, ditambah ketidakpastian yang tinggi di Indonesia, memang berat," katanya.

Pri menuturkan harga minyak dunia yang dinilai paling nyaman dan sesuai adalah di kisaran 80 dolar AS per barel. Harga tersebut dinilai berada di titik seimbang dan nyaman bagi pelaku bisnis serta konsumen.

"Seharusnya kalau Arab tidak menerapkan predator pricing, bisa balik ke harga normal," ujarnya. 

Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2014