Jakarta (ANTARA News) - Calon pemimpin Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Robby Arya Brata menyatakan ingin membentuk Dewan Pengawas Internal (DPI) jika dipilih menjadi pemimpin lembaga itu.

"DPI dapat mengawasi kerja dan kinerja KPK, sehingga dalam pemberantasan selalu dalam koridor. Pemberantasan korupsi yang dilakukan KPK saat ini terkesan sudah liar," kata Robby saat menjalani uji kelayakan dan kepatutan di Komisi III DPR di Gedung MPR/DPR/DPR RI Jakarta, Kamis.

Keberadaan DPI, menurut dia, akan membuat KPK bisa lebih fokus dan terarah dalam melakukan upaya pencegahan maupun penindakan korupsi.

"Mengapa DPR RI tidak membuat DPI dalam UU KPK?" katanya.

Pengajar Program Pascasarjana Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia itu yakin pembentukan DPI di setiap kementerian dan lembaga membentuk dapat meminimalkan korupsi.

"Apalagi jika pengawas internal di setiap kementerian dan lembaga itu adalah pengawas independen yang ditugaskan oleh KPK," katanya.

Jika pengawasan internal berjalan baik, ia melanjutkan, maka paling tidak 70 persen upaya pencegahan korupsi sudah berjalan.

Ia menilai upaya pencegahan korupsi yang dilakukan KPK saat ini masih lemah dan jika terpilih menjadi pemimpin lembaga itu dia akan memperkuatnya.

"Pencegahan akan lebih baik daripada penindakan. Melalui pencegahan, KPK dan lembaga terkait lainnya memberikan edukasi dan contoh teladan sehingga dapat membangun kesadaran pada setiap orang
untuk tidak melakukan korupsi," katanya.

Robby juga mengusulkan DPR membuat Undang-Undang tentang Pencegahan Korupsi.

Selain itu dia mengusulkan pemimpin KPK cukup menjabat satu periode saja dan usianya kurang dari 60 tahun saat menyelesaikan jabatannya.

Robby Arya Brata dan Busyro Muqoddas menjalani uji kelayakan dan kepatutan di Komisi III DPR RI untuk mengisi satu jabatan pemimpin KPK.

Roby adalah pegawai negeri di Sekretariat Kabinet dan aktif mengajar di Program Pascasarjana Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.

Alumnus Fakultas Hukum Universitas Padjajaran tersebut menjabat sebagai Asisten Kepala Unit Kerja Presiden Pengelolaan Program dan Birokrasi pada 2008-2010. 

Lulusan program Magister Kebijakan Publik University of Wellington (Selandia Baru) dan program doktoral Australian National University itu pernah menjadi analis hukum Komisi Nasional Hak Asasi Manusia pada 1993-1995.

Pewarta: Riza Harahap
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2014