Jakarta (ANTARA News) - Menteri Perindustrian Saleh Husin memandang perlu adanya akselarasi pengembangan industri, baik dari sisi perencanaan program maupun target yang dicanangkan untuk meningkatkan daya saing industri dan ekonomi.

Untuk mencapai tujuan itu, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) saat ini telah melaksanakan tiga program utama, yaitu hilirisasi industri berbasis agro, berbasis bahan tambang mineral, serta berbasis migas, kemudian peningkatan daya saing industri berbasis pada sumber daya manusia, pasar domestik dan ekspor, serta serta pengembangan industri kecil dan menengah.

Selain itu, Kemenperin juga terus mensosialisasikan gerakan optimalisasi penggunaan produk dalam negeri pada semua sektor, baik barang maupun jasa.

“Salah satu sektor yang berpotensi mengkonsumsi produk industri dalam negeri adalah barang/jasa penunjang migas,” ujar Saleh Husin saat melakukan kunjungan kerja di PT. Citra Tubindo, Batam, Kamis (4/12) seperti dalam siaran pers yang diterima ANTARA News.

Saleh mengungkapkan, dalam beberapa tahun terakhir, Indonesia mengalami pertumbuhan yang positif dibandingkan negara-negara lain di kawasan Asia.

Pada kuartal ke-3 tahun 2014, pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 5,01% dan industri non-migas tumbuh sekitar 4,99%. Perlambatan pertumbuhan industri non-migas tersebut dikarenakan neraca perdagangan yang belum membaik.

“Hasil itu perlu kita apresiasi mengingat di tengah tekanan ekonomi global, Indonesia masih mampu tumbuh positif dan diharapkan mampu terus memainkan peranannya dalam global supply chain,” kata Saleh.

Sementara itu, pada kuartal ke-3 tahun ini, pertumbuhan terbesar dicapai oleh industri pulp dan paper, barang kayu dan hasil hutan lainnya, serta industri makanan dan minuman.

Saleh menegaskan, besarnya potensi penggunaan produk dalam negeri dalam sektor industri penunjang migas juga turut ditopang oleh kemampuan industri dalam negeri yang telah mampu memenuhi spesifikasi produk minimal yang dibutuhkan industri hulu migas.

Menurut catatan, sebanyak 2883 perusahaan dalam negeri yang secara aktif di sektor ini, yakni 749 perusahaan di bidang jasa pengeboran, inspeksi dan transportasi; 2000 perusahaan jasa konsultan kegiatan operasi migas; dan 134 perusahaan produsen barang dan peralatan penunjang migas, seperti pipa salur, rig, OCTG serta peralatan handling lainnya.

Namun demikian, sektor industri penunjang migas juga menghadapi tantangan yang tidak ringan, antara lain sebagian besar bahan baku yang masih tergantung dari impor dan belum lengkapnya struktur industri.

Di samping itu, membanjirnya produk impor dan komitmen dalam penggunaan produk dalam negeri serta akan segera di-implementasikannya Masyarakat Ekonomi ASEAN tahun 2015 yang mengakibatkan free flow perdagangan dan jasa serta Sumber Daya Manusia.

Sementara itu, di sisi lain, hal yang tak kalah pentingnya adalah menghadapi adanya indikasi transshipment barang jadi asal China tujuan ekspor yang transit di Batam untuk mendapatkan Certificate of Origin oleh pelaku usaha di Batam, sehingga tentunya mengganggu kegiatan ekspor bagi industri yang betul-betul melakukan proses produksi di dalam negeri.

Dalam menghadapi tantangan tersebut, selain memfasilitasi perkuatan dibidang kebijakan tata niaga, standard dan iklim usaha, Kemenperin juga menghimbau industri penunjang migas agar dapat menjadi pelopor Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri (P3DN) yang sejalan dengan peraturan perundang-undangan.

Saleh pun mengharapkan dukungan dari Pemerintah Daerah Provinsi Kepulauan Riau dan Kota Batam untuk terus memfasilitasi kebutuhan dunia industri secara umum, dan utamanya memproyeksikan agar Batam menjadi pusat logistik industri penunjang migas.

Pewarta: Lia Wanadriani Santosa
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2014