Memang benar. Untuk di dalam negeri, kami akan memaksimalkan PNS di Kemenpora yang mayoritas mantan atlet."
Jakarta (ANTARA News) - Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) akan memaksimalkan peran PNS untuk menjadi "sports intelligent" yang salah satu fungsinya untuk memantau kekuatan calon lawan yang akan dihadapi atlet Indonesia dalam sebuah pertandingan.

"Memang benar. Untuk di dalam negeri, kami akan memaksimalkan PNS di Kemenpora yang mayoritas mantan atlet. Untuk di luar negeri akan bekerja sama dengan kedutaan besar (diplomat)," kata Sesmenpora Alfitra Salam di Kantor Kemenpora, Jakarta, Kamis.

Menurut dia, PNS yang berasal dari Kemenpora, terutama yang mempunyai latar belakang atlet, nantinya akan ditempatkan pada masing-masing cabang olahrahga sesuai dengan bidangnya, termasuk sebagai pelatih.

Istilah "sports intelligent" muncul dalam diskusi perdana "Kamisan" yang dilakukan oleh Kemenpora bersama dengan tokoh-tokoh olahraga maupun wartawan untuk menyikapi penurunan prestasi olahraga saat ini.

Pemanfaatan "sports intelligent" dinilai sangat diperlukan, apalagi banyak negara seperti Prancis dan Tiongkok sudah memanfaatkan hal tersebut. Hasilnya prestasi terbaik dalam sebuah kejuaraan mampu diraih.

"Bagaimana Prancis mampu meraih 41 medali emas pada Olimpiade adalah hasil dari sports intellegent itu. Mereka mengintip cara latihan Inggris. Begitu juga Tiongkok pada Olimpiade Beijing," kata pengamat olahraga Anton Sanjoyo selaku narasumber pada diskusi Kamisan di Kantor Kemenpora itu.

Pria yang juga wartawan itu menjelaskan, selain Prancis dan Tiongkok, Amerika Serikat juga memanfaatkan hal tersebut yang di antaranya untuk cabang balap sepeda nomor BMX.

Bahkan, Negeri Paman Sam itu mampu mendapatkan data detail bentuk sirkuit yang digunakan pada Olimpiade London.

"Setelah mendapatkan data sirkuit, Amerika langsung membikin sirkuit itu di Oregon. Semua atlet terus berlatih disana. Hasilnya hampir setengah medali yang diperebutkan diraih, meski menjelang kejuaraan diketahui pihak penyelenggara," kata pria yang akrab dipanggil Joy itu.

Joy menambahkan inti dari "sports intelligent" adalah untuk mengetahui kekuatan calon lawan mulai dari persiapan, melihat kondisi dan lokasi pertandingan hingga untuk membandingkan kekuatan yang dimiliki atlet Indonesia sebelum turun dalam sebuah kejuaraan.

"Ini harus segera dilakukan. Begitu dengan dengan pendataan atlet agar mempemudah dalam mengetahui perkembangan atlet sejak pembinaan," kata Joy menegaskan.

Pengamatan Atlet Terdahulu

Sementara itu, Koordinator Cabang Olahraga Terukur Satlak Prima, Hadi Wihardja mengatakan, selain melakukan "sports intellegent", kesuksesan seorang atlet juga harus ditopang dengan pengamatan terhadap atlet yang sukses terdahulu.

Hal ini sudah dilakukan di cabang angkat besi. "Angkat besi pertama kali dapat medali lewat Lisa Rumbewas. Tradisi medali terus kita jaga hingga saat ini. Ini adalah hasil dari pembelajaran dari kejuaraan sebelumnya," katanya.

Menurut dia, untuk mencetak atlet berprestasi harus dilakukan secara serius sejak awal. Pelatih yang membimbing salah satu atlet tidak boleh ganti-ganti atau satu atlet harus dipegang satu pelatih.

"Seperti kasus Dedeh Erawati. Pelatih tidak mendampingi saat kejuaraan berlangsung karena masalah kuota kontingen. Jelas, hasilnya akan kurang maksimal," kata pria yang juga mantan atlet angkat besi nasional itu.

Sesuai dengan rencana, Diskusi Kamisan itu akan dilakukan secara rutin. Untuk narasumber akan terus berganti dari masing-masing cabang olahraga yang ada di Indonesia. Selain itu juga melibatkan tokoh olahraga serta KOI, KONI dan Satlak Prima.

Pewarta: Bayu K
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2014