Jakarta (ANTARA News) - Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup diharapkan mengkaji kembali terkait larangan penggunaan limbah B3 (bahan berbahaya dan beracun) untuk bahan baku industri, karena akan merugikan industri semen dan pekerja limbah.

Praktisi Lingkungan Alarik Maruli Parapat dalam keterangan persnya di Jakarta, Jumat, mengatakan, dulu limbah B3 hanya ditimbun dan tidak bisa dimanfaatkan. Tapi kemudian industri Semen mengembangkan teknologi Co-Processing, sehingga limbah B3 bisa didaur ulang menjadi salah satu bahan baku Semen.

Direktur perusahaan pengolah limbah PT Logam Jaya Abadi itu menjelaskan, pada pertengahan November lalu, salah satu pabrik semen di Gunung Putri Bogor mengumpulkan 52 perusahaan pengangkutan pengolah dan pemusnahan limbah B3 dari seluruh Indonesia.

Dalam pertemuan itu, permintaan limbah B3 malah dihentikan. Alasannya, ada larangan dari Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup.

Namun, kata dia, tidak dijelaskan apa landasan pelarangan tersebut. Jika alasannya karena dampak lingkungan itu tidak masuk akal, sebab, sejauh ini proses pemusnahan limbah yang paling ramah lingkungan adalah dengan menggunakan teknologi Co-Processing.

"Sudah 10 tahun terakhir tidak ada masalah, malah pabrik semen mendapat penghargaan lingkungan hidup karena menggunakan sistem ini," kata Alarik.

Dia menjelaskan, teknologi Co-Processing adalah proses pemusnahan limbah B3 dengan suhu pembakaran berkisar 1.400 derajat celcius. Teknologi dapur pembakaran mampu mengubah beberapa jenis logam berat menjadi senyawa oksida yang tidak berbahaya bagi lingkungan, malah dapat meningkatkan kualitas semen yang dihasilkan.

Menurut dia, system Co-Processingmerupakan solusi paling tepat dalam menangani permasalahan limbah, pelestarian sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui, mengurangi emisi gas rumah kaca hingga mengurangi ketergantungan akan pemakaian bahan bakar tradisional.

"Hampir di seluruh dunia, pemusnahan limbah menggunakan sistem Landfill sudah lama ditinggalkan karena merusak lingkungan. Lalu kenapa kebijakan limbah dihentikan," katanya.

Pewarta: Ruslan Burhani
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2014