Jika bukan karena Uruguay, saya mungkin masih ada di lubang hitam di Kuba itu."
Montevideo (ANTARA News) - Enam narapidana Guantanamo yang ditampung di Uruguay akan meninggalkan rumah sakit "dalam hitungan jam" dan memulai kehidupan baru sebagai orang bebas di negara Amerika Selatan itu, kata menteri pertahanan, Senin.

Keenam orang tersebut, begitu tiba di Uruguay pada Minggu pagi dalam kesepakatan untuk membantu Amerika Serikat menutup penjara militer, menjalani pemeriksaan medis di sebuah rumah sakit militer, lapor AFP.

"Itu satu-satunya alasan mereka tidak nampak di jalanan Montevideo hari ini seperti layaknya orang-orang lain," kata Menteri Pertahanan Fernandez Huidobro kepada stasiun radio lokal Carve.

Keenam mantan napi tersebut --empat warga Suriah, satu Palestina dan satu Tunisia-- menjalani masa lebih dari satu dasawarsa dalam rumah tahanan itu yang dibangun menyusul serangan 9/11. Mereka telah dinyatakan bebas namun AS tidak membenarkan mereka untuk dipulangkan ke negara asal dengan alasan keamanan.

Salah seorang mantan napi menggambarkan pengalamannya dalam sebuah surat yang dipublikasikan sebuah harian Uruguay, Senin.

"Nama saya Abdelhadi Omar Faraj. Selama 12 tahun terakhir saya juga dikenal sebagai tahanan nomor 329 di Guantanamo. Dan saya merupakan satu dari napi yang tiba di Uruguay dari penjara mengerikan itu," tulis warga Suriah itu dalam surat yang dikirim ke harian berbahasa Spanyol, El Pais, oleh pengacaranya di New York.

Faraj mengatakan ia meninggalkan rumah pada umur 19 tahun untuk mencari kerja di Iran dan menghindari wajib militer di Suriah, dan kemudian berpindah ke Afghanistan.

"Saat pecah perang di Afghanistan pada 2001, saya takut salah satu pihak berseteru, Aliansi Utara, akan membunuh saya karena saya orang Arab. Saya kabur melintas ke Pakistan," katanya.

Ia mengatakan ditangkap oleh tentara Pakistan di perbatasan, diserahkan pada tentara AS dan ditahan dengan "kondisi tidak berperikemanusiaan" di Kandahar.

Pada Juni 2002, ia diterbangkan ke Guantanamo.

Pada 2009, sebuah tim gabungan militer, FBI dan CIA menyatakan ia bebas. Namun ia tidak bisa dipulangkan ke Suriah yang saat itu tengah dilanda perang sipil.

"Jika bukan karena Uruguay, saya mungkin masih ada di lubang hitam di Kuba itu," katanya seraya mengucapkan terima kasih kepada negara dan Presiden Jose Mujica yang menerimanya sebagai pengungsi.

"Saya ingin pastikan kepada anda dan semua warga Uruguay, termasuk pemerintah Uruguay, bahwa kami hanya membawa niat baik dan kontribusi positif bagi Uruguay sementara kami belajar bahasa Spanyol dan menata kembali hidup kami di sini," katanya. (S022/AK)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2014