Dalam jangka panjang... tentunya melemahnya nilai tukar rubel secara signifikan tidak menguntungkan bagi perekonomian kita."
Moskow (ANTARA News) - Perdana Menteri Dmitry Medvedev, Rabu, mengimbau rakyat Rusia untuk bersabar di tengah nilai mata uang rubel yang sedang jatuh karena menurunnya harga minyak serta dampak dari sanksi yang dikenakan Barat terkait Ukraina.

Ia mengatakan nilai mata uang Rusia itu sekarang sedang dihargai rendah, lapor AFP.

"Tidak perlu menjadi histeris," kata Medvedev dalam sebuah wawacara di televisi.

"Di sini, kita hanya perlu bersabar dan melihat bagaimana situasi serupa berkembang pada 2008-2009 ketika rubel melemah secara signifikan," katanya kepada lima stasiun televisi.

"Sebagian besar ahli ekonomi dan analis sepakat bahwa pada saat ini rubel sedang sangat melemah, dihargai lebih rendah," kata Medvedev. Ia memperingatkan rakyat Rusia bahwa mereka akhirnya bisa mengalami kerugian jika mereka mengubah simpanan mereka ke mata uang asing.

Ia mengatakan bahwa, selama krisis 2008-2009, ketika nilai tukar rubel jatuh secara dramatis terhadap dolar dan euro, para warga yang menukarkan uang simpanan mereka mendapatkan kerugian karena nilai tukar mata uang Rusia itu tiba-tiba kembali menguat.

Ia menambahkan dirinya masih menyimpan uang miliknya dalam bentuk rubel.

"Kita berada pada kondisi yang sama," ujar Medvedev.

Namun demikian, perdana menteri mengakui bahwa para warga Rusia biasa terkena dampak dari kenaikan harga-harga dan bahwa, sementara melemahnya rubel menguntungkan para eksportir, lemahnya mata uang Rusia itu juga akan merugikan perekonomian dalam jangka panjang.

"Dalam jangka panjang... tentunya melemahnya nilai tukar rubel secara signifikan tidak menguntungkan bagi perekonomian kita," ujarnya.

Ia menegaskan kebijakan resmi Kremlin dengan mengatakan bahwa Rusia bukan merupakan pihak yang bisa mencabut sanksi-sanksi dan mengakui bahwa sanksi telah menyebabkan negara tersebut kehilangan miliaran dolar tahun ini.  (T008)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2014