Kami mengucapkan terima kasih banyak kepada Gubernur Jatim dan seluruh jajarannya karena mampu meredam gejolak yang ditimbulkan setelah penaikan harga BBM subsidi,"
Surabaya (ANTARA News) - Bank Indonesia mengapresiasi upaya Gubernur Jawa Timur, Soekarwo, menekan inflasi di provinsi ini pascakenaikan harga bahan bakar minyak subsidi per November 2014.

"Kami mengucapkan terima kasih banyak kepada Gubernur Jatim dan seluruh jajarannya karena mampu meredam gejolak yang ditimbulkan setelah penaikan harga BBM subsidi," kata Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI), Hendar, ditemui di Surabaya, Jumat.

Ia menyatakan, upaya tersebut perlu ditingkatkan pada masa mendatang dan selalu diperkuat dengan kerja sama sejumlah pihak. Misalnya antara BI bersama Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) yang memperkuat langkah koordinasi yang fokus pada upaya meminimalkan potensi tekanan inflasi.

"Khususnya dari sektor transportasi. Selain itu terjaganya pasokan dan stabilnya harga pangan," katanya.

Ia menilai, seluruh hal tersebut sangat penting. Apalagi ke depan tekanan inflasi diperkirakan belum mereda terutama berkaitan dengan rencana penyesuaian harga sejumlah komoditas yang selama ini dikendalikan pemerintah.

"Secara umum, perekonomian regional pada triwulan III 2014 terlihat ditopang oleh perekonomian Jawa khususnya Jatim," katanya.

Pertumbuhan ekonomi Jatim, tambah dia, menjadi yang tertinggi setelah Jakarta sebesar 5,91 persen dan di atas perekonomian nasional 5,01 persen. Hal tersebut ditunjang perekonomian Jawa yang didukung oleh membaiknya kinerja ekspor manufaktur dan konsumsi rumah tangga.

"Dari sisi inflasi, pascapenaikan harga BBM subsidi November 2014 sebesar 5,85 persen atau lebih rendah dari nasional sebesar 6,23 persen. Tekanan inflasi bulanan Jatim sebesar 1,38 persen yang juga lebih rendah dibandingkan nasional 1,50 persen," katanya.

Tahun depan, yakin dia, pertumbuhan ekonomi nasional diperkirakan antara 5,4-5,8 persen. Hal itu didukung oleh pemanfaatan dana hasil realokasi subsidi BBM. Pada tahun 2015, permintaan domestik diprediksi meningkat terutama dari kenaikan investasi terkait proyek infrastruktur.

"Sementara, defisit transaksi berjalan pada tahun 2015 diperkirakan masih berada di sekitar 3 persen dari PDB. Khususnya disebabkan masih tingginya kebutuhan impor nonmigas terkait tingginya kegiatan investasi dan harga komoditas ekspor yang masih lemah,"katanya.

Di samping itu, lanjut dia, apabila penurunan harga minyak tetap berlangsung dikhawatirkan defisit neraca migas diproyeksi menurun. Walau transaksi berjalan masih defisit, neraca pembayaran tahun 2015 diperkirakan surplus dan cadangan devisa akan menigkat pada level 116,7 miliar dolar AS atau setara dengan pembiayaan 6,7 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah.

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2014